Jumat, 05 Februari 2016

Perang Taif

Beberapa golongan yang berhasil
melarikan diri dari perang Tsaqif
menuju ke Thaif, di mana mereka
membangun benteng, menutup kota Thaif dari semua penjuru,
mereka kumpulkan segala macam
keperluan dan bahan didalamnya
yang cukup untuk masa satu
tahun, lalu mereka bersiap untuk
berperang lagi. Rasulullah saw bergerak menuju
Thaif, berhenti dekat Thaif
dengan pasukan beliau. Pasukan
Rasulullah saw mencuba
memasuki kota Thaif tetapi tidak
sanggup kerana langsung mendapat serangan panah yang
hebat dari penduduk Tsaqif.
Mereka memang terkenal satu
ahli panah dan berani.
Mengepung Ta'if
Rasulullah saw memindahkan
kedudukan pasukan beliau ke
tempat lain, langsung mengepung
Thaif selama 20 malam atau lebih
dari serangan yang hebat. Anak panah kedua pasukan saling
berdengung di udara menuju
sasaran masing-masing. Buat
pertama kali Rasulullah saw
menggunakan alat manjanik (alat
untuk melemparkan batu atau benda keras dalam perang)
Petempuran semakin menghebat
sehingga banyak diantara kaum
Muslimin terbunuh kerana anak
panah.
Rahmat Di Medan Perang
Setelah kepungan diperketatkan
dan perang masih makan waktu
yang lama, Rasulullah saw lalu
memerintahkan memotongi pohon
anggur bangsa Tsaqif, sedangkan penghidupan mereka bergantung
pada hasil perkebunan anggur
itu. Orang ramai terpaksa
memotongnya dengan perasaan
berat, lalu mereka mohon
kepada Rasulullah saw agar pohon-pohon itu dibiarkan untuk
Allah dan rahmat. Maka Rasulullah
saw menjawab dengan berkata,
"Saya membiarkan pohon-pohon
itu untuk Allah dan rahmat." Seorang penyeru diperintahkan
Rasulullah saw untuk berseru
bahawa barang siapa yang takut
bertahan dalam benteng lalu
keluar maka ia akan bebas.
Mendengar seruan itu, maka keluarlah beberapa belas orang
lelaki, di antaranya Abu Bikrah.
Mereka semuanya dibebaskan
oleh Rasulullah saw dan dijamin
segala keperluan hidupnya
kepada Muslimin yang mampu. Sikap Rasulullah saw benar-benar
berhasil dapat melemahkan
perlawanan penduduk Thaif yang
masih bertahan (melawan).
Kepungan Di Hentikan
Rasulullah saw tidak mengizinkan
untuk merebut Thaif. Umar bin
Khattab ra diperintahkan untuk
memaklumkan agar pasukan
meninggalkan tempat
pengepungan, atau mundur. Perintah ini menimbulkan rasa
terkejut pada pasukan Islam.
Mereka berkata, "Apakah kita
akan meninggalkan tempat ini,
sedang kota Thaif belum kita
rebut?" Mendengar suara itu, Rasulullah saw mengubah
keputusannya, lalu
memerintahkan agar serbuan
diteruskan. Dalam petempuran ini
banyak kaum Muslimin mendapat
cedera. Rasulullah saw berkata kepada mereka, "Kita akan
mengakhiri petempuran ini besok
pagi insya Allah." Mendengar
ucapan Rasulullah saw yang
demikian itu semua orang
menjadi gembira, mereka mempersiapkan unta untuk
berangkat pulang, lalu berangkat
bersama Rasulullah saw sedang
Rasulullah saw sendiri ketawa.
Tawanan Perang Hunain Dan Rampasannya
Rasulullah saw berhenti di
Ja'ranah bersama pasukannya
untuk mengurusi tawanan dan
rampasan perang Hawazin.
Rasulullah saw tidak terburu-
buru mengurusnya, sekalipun banyak kaum Muslimin sudah
berdatangan. Ada belasan malam
lamanya mengurus semua itu. Rasulullah saw mulai mengurus
harta rampasan dan membahagi-
bahagi harta itu. Yang pertama-
tama mendapatkan pembahagian
ialah orang-orang yang masih
muallaf (yang baru saja masuk agama Islam). Di antaranya ialah
Abu Sufyan Bin Harab dan kedua
anaknya, Yazid dan Muawiyyah.
Juga diberikan Hakiim Bin
Hazzaam, An-Nadlar Bin Al-
Haarist, Al-'Ullaa' Bin Al- Haaritsah dan lain-lain semuanya tergolong
orang-orang penting Quraisy.
Mereka lebih diutamakan dan
dibanyakkan pembahagiannya.
Kemudian dibagi rata kepada
yang lain-lain.
Mencintai Anshar Dan Pengorbanannya
Kerana yang dipentingkan dan
dibanyakkan dalam
pembahagiaan itu ialah terhadap
suku Quraisy dan orang-orang
muallaf yang baru saja memeluk
agama Islam, sedang golongan Anshar hanya mendapat
pembahagian yang amat kecil
(sedikit sekali) maka
terdengarlah omelan pemuda-
pemuda Anshar. Setelah
mendengar omelan itu, Rasulullah saw mengucapkan pidato yang
agung yang menitiskan air mata
mereka, sehingga golongan
Anshar menitiskan air mata
mereka, rasa cinta dan kasih
mereka terhadap Rasulullah saw semakin mendalam. Di antara
yang diucapkan Rasulullah saw
dalam khutbah beliau yang agung
itu ialah, "Bukankah saya datangi
kamu masih sesat, lalu Allah
memberi petunjuk kepadamu dengan perantaraanku, kamu
masih melarat, lalu Allah kayakan
kamu dengan perantaraanku,
kamu hidup saling bermusuhan,
lalu Allah lunakkan hati-hati kamu
sehingga kamu sehingga kamu hidup saling mencintai
(bersaudara)?" Mendengar
ucapan Rasulullah saw itu mereka
serentak menjawab, "Sungguh
Allah dan Rasul-Nya lebih
tersayang dan berkebajikan." Setelah mereka diam, Rasulullah
saw berkata, "kenapa kamu
tidak menjawab wahai kaum
Anshar?" mereka serentak
menjawab, "Apakah lagi yang
dapat kami jawabkan kepada engkau ya Rasulullah? Bagi Allah
dan Rasul-Nya-lah segala rasa
kasih sayang dan kemuliaan."
Berkata Rasullah saw, "Sungguh
demi Allah, sekiranya kamu
mengatakan kepadaku: Engkau datang kepada kami dalam
keadaan dibohongi oleh kaummu
(Quraisy), maka kamilah yang
membenarkan ajaranmu, engkau
datang dalam keadaan lemah,
maka kamilah yang menolongmu, engkau datang terusir, kamilah
yang memberi tempat kepadamu,
engkau datang dalam keadaan
melarat, kamilah yang melengkapi
segala keperluan hidupmu,maka
semua yang kamu ucapkan itu adalah benar, aku tetap
membenarkan akan ucapan kamu
itu." Kemudian dengan ucapan yang
diucapkan dengan penuh
perasaan, mengandung
ketetapan hati, pengarahan,
beliau terangkanlah apa
hikmatnya beliau membagi-bagi harta rampasan perang itu tidak
dengan sama banyak. Berkata
Rasulullah saw, "Apakah ada
dalam hatimu masing-masing
wahai kaum Anshar perasaan
mementingkan dunia terhadap diriku, bila aku dalam
pembahagian ini mementingkan
orang-orang muallaf agar kuat
keislaman mereka, dan saya
menganggap bahawa kamu sudah
cukup dengan Islammu sahaja?" Akhirnya Rasulullah saw
mengucapkan satu kalimah yang
beliau tidak kuat menahan diri
dari mengucapkannya, satu
kalimah yang menyempurnakan
keimanan dan memerkahkan kembangnya dan memerkahkan
kembangnya di hati masing-
masing mereka. Berkata
Rasulullah saw, "Tidakkah kamu
puas (lega)ya kaum Anshar bila
mereka pulang ke Mekkah membawa kambing, unta dan
harta, sedang kamu pulang
kemadinah dengan membawa
Rasulullah saw? Demi Yang
Memegang jiwa Muhammad
dengan Tangan-Nya, apa yang kamu bawa pulang lebih baik dari
apa yang mereka bawa pulang.
Kalau tidaklah kerana hijrah, aku
akan menamakan diriku golongan
Anshar. Bila manusia berjalan
menempuh satu jalan dan wadi, sedang orang Anshar juga
berjalan menempuh satu jurusan
dan wadi, aku pasti menempuh
jurusan dan wadi yang ditempuhi
orang Anshar. Al-Anshar adalah
syiar (selimut). Ya Allah, cintailah Anshar, dan anak-anak orang
Anshar dan anak-anak dari dari
anak-anak orang Anshar." Mendengar ucapan Rasulullah
saw yang terakhir ini, semua
orang Anshar tidak dapat
menahan tangis mereka, mereka
sama menguraikan air mata, lalu
berkata serentak, "Kami redha dengan Rasulullah saw dengan
pembagian dan apa yang ia
lakukan.
Semua Tawanan Di Kembalikan Hawazin
Datang perutusan Hawazin
kepada Rasulullah saw terdiri
atas 14 orang lelaki dan meminta
agar semua tawanan dan harta rampasan dikembalikan kepada
mereka. Maka berkata Rasulullah
saw, "Yang ada beserta saya
apa yang kamu lihat, perkataan
yang paling aku senangi ialah
yang lebih benar, mana yag lebih kamu senangi, isteri-isteri dan
anak-anakmu atau harta
bendamu?, " Mereka menjawab,
"Anak-anak dan isteri-isteri tidak
dapat kami samakan dengan
satu yang lain apapun." Mendengar ucapan mereka itu,
Rasulullah saw berkata kepada
mereka, "Bila aku selesai
mengerjakan solat pagi,
hendaklah kamu berkata, "Kami
minta bantuan Rasulullah saw kepada orang-orang beriman
dan kami minta bantuan orang-
orang beriman kepada Rasulullah
saw agar dapat dikembalikan
kepada kami akan orang kami
yang tertawan." Setelah Rasulullah saw selesai
mengerjakan solat pagi, mereka
semua berdiri dihadapan
Rasulullah saw dan berkata
sebagai mana yang telah
ditunjukkan itu. Kemudian Rasulullah saw berkata kepada
mereka, "Semua tawanan yang
telah diperuntukkan bagiku dan
keluarga Bani Abdul Muthalib
kami kembalikan kepada kamu,
dan saya akan minta orang lain juga berlaku demikian." Setelah mendengar ucapan
Rasulullah saw yang demikian itu,
maka seluruh Muhajirin dan
Anshar berkata, "Semua
tawanan yang sudan
diperuntukkan bagi kami, kami serahkan kepada Rasulullah saw."
Ada tiga orang yang enggan
menyerahkan tawanan yang
sudah diperuntukkan bagi
masing-masing mereka, iaitu dari
Bani Tamiim, Bani Fazaarah dan Bani Sulaim. Lalu Rasulullah saw
berkata kepada mereka,
"Mereka datang sebagai orang
yang sudah masuk Islam
(Muslimin), saya sudah santuni
mereka dan suruh pilih anak isteri atau harta, mereka tidak
dapat mengganti anak isteri
mereka dengan apa jua pun.
Maka barang siapa yang telah
kebagian, hendaklah
mengembalikan tawanan itu kepada mereka, maka demikian
itulah yang baik, tetapi siapa
yang masih ingin menahan
haknya, maka hendaklah
dikembalikan kepada mereka dan
baginya akan mendapatkan enam kali tebusan, dimulai sejak ia
mendapatkan pampasan." Maka berkata orang banyak,
"Kami setuju dengan keputusan
Rasulullah saw." Lalu berkata
Rasulullah saw, "Kami tidak tahu
siapa yang redha antara kamu
dan siapa yang tidak redha, maka kembalilah kamu, sampai
datang menyampaikan kepada
kami akan urusan kamu dengan
perantaraan orang-orang
mengetahui akan keadaan
masing-masing kamu." Akhirnya seluruh mereka menyerahkan
semua anak-anak dan isteri-
isteri yang tertawan itu kepada
suami dan orang tua mereka
masing-masing. Tidak seorang
pun yang menahannya. Rasulullah saw. Lalu memakai masing-masing
tawanan itu dengan pakaian
katun qibthiyyah.
Kehalusan Dan Kepemurahan
Diantara tawanan yang telah
mereka serahkan kepada
Rasulullah saw ialah Asy-Syimaa'
Binti Halimah As-Saadiah, saudara
perempuan susuan dengan
Rasulullah saw sendiri. Pernah Ash-Syimaa' ini diperlakukan
secara kasar di pasar kerana
tidak mengetahui siapa yang
sebenarnya ia, lalu Ash-Syimaa'
berkata kepada mereka,
"Tahukah kamu, demi Allah saya ini adalah perempuan sesusuan
dari sahabatmu (Muhammad).
Orang banyak mulanya tidak
membenarkan omongannya,
sampai mereka membawanya
kehadapan Rasulullah saw sendiri. Setelah Asy -Syimaa' bertemu
dengan Rasulullah saw, langsung
dia berkata, "Ya Rasulullah, saya
ini adalah saudaramu perempuan
sesusuan." Berkata Rasulullah
saw, "Adakah tandanya?" Berkata Asy-Syimaa' "Ada, iaitu
bekas gigitan gigimu di
punggungku, iaitu disaat aku
menggendongmu dipunggungku." Setelah Rasulullah saw
menyaksikan sendiri tanda
tersebut, beliau membentangkan
akan selendang beliau di atas
tanah untuk diduduki oleh Asy-
Syimaa' sebagai perlakuan istomewa baginya, lalu berkata
kepadanya, "Bila engkau suka,
maka tinggallah bersamaku
sebagai orang yang dicintai dan
dimuliakan, tetapi jika engkau
lebih suka kembali kepada kaum engkau, saya akan hiburkan
engkau (dengan hadiah-hadian)."
Asy-Syimaa' menjawab,
"Hiburkanlah saya dan
kembalikanlah saya kepada
kaumku." Rasulullah saw menghiburkannya
dengan berbagai hadiah, dan
disaat itulah Asy-Syimaa'
menyatakan keislamannya.
Rasulullah saw memberikannya 3
orang budak lelaki dan seorang budak wanita, hadiah-hadiah dan
beberapa ekor kambing.
Umrah Ja'ranah
Setelah Rasulullah saw selesai
dengan semua urusan perang
Hunain, iaitu membagi-bagi
tawanan dan rampasan perang
di Ja'narah, iaitu sebuah kampung jarak satu marhalah
dari Mekkah, dan Ja'ranah itulah
miqat (tempat di mana semua
orang yang Umrah dan haji harus
mengenakan pakaian ihram, atau
boleh dikatakan batas tanah haram) bagi penduduk Thaif, lalu
Rasulullah saw memakai pakaian
ihram untuk mengerjakan ibadat
Umrah. Sesudah berumrah beliau
kembali ke Madinah. Dan itu
adalah pada bulan Dzul Qaidah tahun 8 Hijriyah.
THAI'UUN IA KAARIHUUN (DENGAN PENUH KETAATAN BUKAN TERPAKSA).
Ketika kaum Muslimin berangkat
meninggalkan Thaif menuju
Madinah, Rasulullah saw berkata kepada mereka:
Ertinya: "Ucapkanlah: Kami
kembali, bertaubat, beribadat
menyembah Tuhan kami dan
memuji." Ada yang berkata, "Hai RAsulullah
saw, doakanlah kepada Allah
atas Thaif." Rasulullah saw lalu
berdoa:
Ertinya: "Ya Allah, tunjukilah
Tsaqif dan datangkalah mereka. Tiba-tiba datang menyusul
'Urwah Bin Mas'uud Ats-Tsaqafy,
lalu menemui Rasulullah saw
sebelum memasuki kota Madinah.
Dan di saat itulah ia masuk Islam.
'Urwah ini adalah seorang yang di cintai oleh penduduk Tsaqif,
mempunyai kedudukan
dikalangan mereka. Tetapi ketika
ia datang menyeru kaumnya
untuk menganut Islam, dan
menyatakan kepada mereka bahawa dia sendiri telah masuk
agama Islam,mereka langsung
memanahnya dengan anak
panah, sehingga ia terbunuh
sebagai seorang Syahid. Tsaqif di biarkan berapa bulan
lamanya sesudah terbunuhnya
'Urwah Bin Mas'uud Ats-Tsaqafy,
kemudian mereka berebut dan
memutuskan bahawa mereka
tidak akan mampu memerangi bangsa Arab sekitar mereka
yang telah masuk agama Islam
dan beribadat. Mereka lalu
memutuskan akan mengirim
utusan untuk menemui Rasulullah
saw di Madinah.
Tidak Ada Kompromi Dengan Keberhalaan
Mereka bersama-sama
mendatangi Rasulullah saw. Untuk
mereka dibangunkan sebuah
kubbah di dekat masjid untuk tempat mereka. Lalu mereka
semuanya menyatakan masuk
Islam. Mereka minta kepada
Rasulullah saw agar bagi mereka
di biarkan patung Al-Laata
selama 3 tahun jangan diruntuhkan. Permintaan ini di
tolak oleh Rasulullah saw. Lalu
mereka minta agar dibiarkan
selama satu tahun saja. Ini pun di
tolak oleh Rasulullah saw.
Akhirnya mereka minta agar dibiarkan satu bulah saja. Namun
Rasulullah saw tetap menolaknya,
bahkan langsung Rasulullah saw
memerintahkan kepada Abu
Sufyan Bin Harb dan Al-Mughirah
Bin Sya'bah, keduanya termasuk kaum mereka sendiri, untuk
meruntuhkan Al-Laata tersebut.
Kemudian mereka minta diizinkan
tidak mengerjakan solat. Maka
berkata Rasulullah saw:
Ertinya: "Tidak ada kebaikan beragama tanpa mengerjakan
solat." Akhirnya mereka kembali ke
kampung halaman mereka yang
disertai oleh Abu Sufyan Bin Harb
dan Al-Mughirah Bin Sya'bah. Al-
Mughirah langsung meruntuhkan
Al-Laata. Akhirnya Islam tersebar di seluruh Thaif. Seluruh
penduduk Thaif masuk Islam.
KA'AB BIN ZUHAIR MASUK ISLAM.
Ka'ab Bin Zuhair, seorang penyair
anak penyair yang sering
mencaci Rasulullah saw dengan
syairnya, merasa bahawa dunia
ini menjadi sempit baginya. Bahkan dirinya sendiri menjadi
sempit pula. Saudaranya
bernama Bujair menyusulkan
kepadanya agar dia mendatangi
Rasulullah saw untuk bertaubat
dan menyatakan diri masuk Islam. Diterangkan akan bahaya yang
dihadapinya bila usulnya ini tidak
dilaksanakan. Ia mencipta satu
qasidah (kata bersajak) memuji
Rasulullah saw. Qasidah ini
menjadi popular dengan nama: "Qasidah Baanat Su'aadu." Akhirnya ia berangkat ke
Madinah, pagi-pagi menemui
Rasulullah saw di kala Rasulullah
saw mengerjakan solat subuh,
lalu duduk dihadapan beliau
dengan meletakkan tangannya diatas tangan Rasulullah saw.
Rasulullah saw tidak
mengenalnya. Lalu ia berkata
kepada Rasulullah saw, "Sungguh
Ka'ab Bin Zuhair datang mohon
perlindungan dengan bertaubat dan menyatakan dirinya masuk
Islam, maka dapatkah engkau
menerimanya?" Seorang
penduduk Anshar meloncat dan
berkata, "Ya Rasulullah saw
izinkan saya berduel dengan musuh Allah ini, biar aku pukul
kuduknya." Rasulullah saw
berkata, "Biarkan dia, dia datang
bertaubat membersihkan
dirinya." Ka'ab langsung
membacakan qasidahnya, yang awalnya: Membayangkan bagaimana
sedihnya ditinggalkan kekasih.
Disambungnya dengan sebuah
syair memuji Rasulullah saw:
Ertinya: "Sungguh Rasul itu sinar
yang terang cemerlang, juga sebagai salah satu pedang Allah
yang terhunus." Maka Rasulullah saw membuka
selendang beliau
menyerahkannya kepada Ka'ab
tanda penghargaan beliau.

Perang Tabuk

GERAKAN BALA TENTERA MUSLIMIN KE TABUK
         Sampai pula berita kepada Nabi Muhammad s.a.w. bahawa tentera Rumawi sedang berkumpul hendak datang menyerang. Tanpa membuang masa Nabi Muhammad s.a.w. telah mengerahkan kaum Muslimin untuk menyiapkan segala alat kelengkapan berperang. Kebetulan pada masa itu orang sedang menghadapi musim kemarau yang dahsyat. Oleh kerana tentera musuh yang bakal dihadapi itu besar dan kemungkinan mengalami berjenis-jenis kesukaran itu banyak. Orang-orang mewah dan agak berada serta senang hidupnya, Nabi Muhammad s.a.w.. galakkan menghulurkan pertolongan membekalkan mereka yang susah
       Pada masa itu Abu Bakat r.a.hu telah mendermakan segala hartanya. Apabila ditanya apa yang tinggal kepada keluarganya, ia menjawab:"Aku tinggalkan Allah s.w.t. dan RasulNya kepada mereka."
       Umar r.a.hu telah mendermakan separuh dari harta kekayaannya sedangkan Usman r.a.hu telah membekalkan alat kelengkapan perperangan untuk sepertiga daripada semua tentera Muslimin. Tiap-tiap sepuluh orang askar dibekalkan dengan seekor unta sahaja disebabkan kekurangan binatang ini. Oleh sebab inilah maka gerakan ketenteraan ini dinamakan "KEMPEN KEPICIKAN".
        Tentera-tentera Muslimin terpaksa berjalan jauh dalam cuaca panas terik membakar ketempat yang ditujui. Kebetulan pada masa itu kebun-kebun mereka penuh dengan buah-buah tamar yang telah masak. Ini merupakan ujian Allah s.w.t. terhadap mereka. Tiba-tiba mereka diseru untuk menghadapi musuh yang paling gagah sebagai menguji keimanan mereka. Natijah keimanan mereka yang teguh inilah maka mereka tidak ingin ditinggalkan diMadinah kecuali kaum wanita, kanak-kanak, orang-orang munafik dan mereka yang tidak ada kenderaan. Ada diantara mereka yang menangis-nangis kerana tidak dapat menyertai Nabi Muhammad s.a.w. dan tentera-tentera Muslimin yang lain. Mengenai orang-orang iniAllah s.w.t. telah berfirman yang bermaksud:
"MEREKA BERPALING SEDANG MATA MEREKA MENGALIR AIRMATA KERANA SEDIH YANG MEREKA TIDAK ADA KEMAMPUAN YANG BOLEH MEREKA BELANJAKAN"
Diantara mereka-mereka yang beriman hanya tiga orang sahaja yang tidak menyertai tentera Muslimin tanpa sebarang alasan.
         Sementara itu dalam perjalan para tentera Muslimin keTabuk, tentera Muslimin telah sampai ke perkampungan Thamud. Disini Nabi Muhammad s.a.w. telah menutupi wajahnya sambil mempercepatkan perjalanannya. Nabi Muhammad s.a.w. memerintahkan supaya para sahabatnya berbuat demikian juga. Nabi Muhammad s.a.w. menasihatikan mereka supaya menangis dan takutkan penyiksaan Allah s.w.t. agar  Allah s.w.t. tidak mengenakan siksaan keatas mereka seperti mana yang dikenakan keatas Thamud.
          Lihatlah sikap yang dipertunjukkan oleh  Nabi Muhammad s.a.w. dan para sahabatnya ketika melalui perkampungan Thamud yang telah dibinasakan oleh Allah s.w.t.Beginilah pula sikap yang seharusnya dimiliki oleh kita, tetapi kebanyakkan kita tidak merasa sedih atau takut apabila menghadapi sesuatu malapetaka atau bencana alam. Sebaliknya kita mengadakan pesta keramaian ditempat berlakunya sesuatu kecelakaan itu

KISAH TIGA ORANG MUKMIN YANG TIDAK MENYERTAI NABI KE TABUK

          Diantara puak munafikin jumlah yang tidak menyertai gerakan keTabuk boleh dikatakan banyak juga. Bukan sahaja mereka gagal menyahut seruan Nabi Muhammad s.a.w. malah mereka cuba mempengaruhi orang-orang lain supaya berbuat demikian.
Kata mereka: "Janganlah berpergian dalam keadaan panas" (SURAH AT-TAUBAH ayat 81)
Allah s.w.t. menjawab: "API NERAKA LEBIH PANAS LAGI"
          Diantara orang-orang yang beriman pula seperti mana yang telah dikatakan tadi, hanya tiga orang sahaja yang tidak menyertai tentera Muslimin. Mereka ini ialah Murarak bin Rabi, Hilal bin Umayyah dan Ka'ab bin Malik. Murarah tidak bersama-sama Nabi Muhammad s.a.w. dan sahabatnya kerana buah-buah tamar dikebunnya telah masak dan terpaksa dikutip. Dia menyangka yang penyertaannya dalam lain-lain peperangan terdahulu daripada ini dapat melepaskan dirinya daripada peperangan yang sedang dihadapi. Disini dia telah melakukan kesalahan mementingkan hartanya daripada Allah s.w.t.. Apabila dia menyedari kesalahannya dia mendermakan kebunnya kepada orang. Akan Hilal pula dia sibuk mendampingi kaum keluarganya yang pulang ke Madinah selepas meninggalkan kota itu beberapa ketika lamanya. Seperti Murarah, dia juga telah menyertai beberapa peperangan yang terdahulu.Ternyata yang Hilal telah melakukan kesalahan mementingkan kaum keluarga nya daripada Allah s.w.t.. Setelah menyedari kesalahannya dia telah emmutuskan perhubungan dengan kaum kerabatnya. Mengenai Ka'ab pula, dengarlah cerita seperti yang diceritakan olehnya sendiri. Cerita Ka'ab ini terkandung didalam semua buku-buku Hadis. Katanya:
          "Semasa berlaku gerakan  keTabuk keadaan hidup aku agak mewah.Aku mempunyai dua ekor unta kepunyaan saya sendiri. Sebelum ini saya tidak pernah memiliki bilangan unta seperti tersebut tadi. Telah menjadi amalan  Nabi Muhammad s.a.w. yang ia tidak suka memberitahu kepada umum tentang tempat yang ditujui oleh gerakan tentera Muslimin, tetapi sekali ini oleh kerana jauhnya perjalanan yang mensti ditempuhi, kerana musim kemarau pada masa itu dan oleh kerana kekuatan tentara kafir, ia terpaksa menceritakan segala-galanya agar persiapan-persiapan dapat diperbuat dengan sempurnanya. Orang-orang yang bakal memnyertai pergerakan keTabuk terlalu banyak sehingga tidak mungkin diketahui nama-nama mereka semuanya. Demikian juga payahnya untuk mengetahui nama-nama meraka yang tidak menyertai Nabi Muhammad s.a.w.. Pada ketika itu kebun-kebun diMadinah telah penuh dengan buah-buah yang telah masak.Tiap-tiap pagi saya bercita-cita hendak membuat persiapan-persiapan agar dapat menyertai tentera Muslimin, tetapi entah bagaimana keazaman saya itu tidak menjadi kenyataan. Saya ketahui benar-benar yang saya dapat menyertai mereka bila-bila masa sahaja. Dalam keadaan saya yang demikianlah maka berita mengenai keberangkatan tentera Muslim telah sampai kepengetahuan saya. Saya masih berpendapat yang saya mendahului mereka sekiranya saya dapat bersiap sedia dalam sehari-dua."
         "Penangguhan saya untuk melakukan sesuatu yang tegas berlanjutan sehingga tibalah masanya tentera-tentera Muslimin hampir tiba diTabuk. Dalam keadaan yang demikian pun saya masih juga menangguh-nangguh.Tiba-tiba apabila saya melihat orang-orang yang tertinggal diMadinah saya menyedari yang kebanyakkan daripada mereka ini terdiri daripada kaum-kaum munafikin dan mereka yang telah sengaja diuzurkan oleh Nabi Muhammad s.a.w. kerana sebab-sebab yang tertentu. Setibanya Nabi Muhammad s.a.w. keTabuk,Baginda s.a.w. pun bertanya: 'Mengapa aku tidak melihat Ka'ab?" Jawab salah seorang daripada para sahabat: " Ya Nabi Muhammad s.a.w., kebanggaannya kepada harta dan kesenangan kehidupannya telah menyebabkan dia tertinggal kebelakang.' Maaz mencelah sambil berkata:"Tidak, Ini tidak mungkin. Setahu kami dia adalah seorang Mukmin yang sebenar-benarnya." Nabi Muhammad s.a.w. tidak mengeluarkan sepatah katapun."
Ka'ab meneruskan ceritanya:
         "Selepas beberapa hari saya pun mendengar berita mengenai kepulangan  Nabi Muhammad s.a.w. saya tiba-tiba dirundungi oleh perasaan sedih dan kesal yang maha hebat. Beberapa alasan iaitu yang mungkin dikemukakan kepada Nabi Muhammad s.a.w. mengelakkan kemurkaan  Baginda s.a.w. terbayang-bayang dikepala saya. Saya juga telah meminta nasihat daripada orang-orang yang cerdik pandai dikalangan keluarga saya, tetapi akhirnya alasan-alasan ini saya ketepikan dan saya membuat keputusan hendak bercakap benar kepada Nabi Muhammad s.a.w.Telah menjadi kebiasaan Rasulullah s.a.w.., apabila Baginda s.a.w.balik dari suatu perjalanan Nabi Muhammad s.a.w. akan singgah dimasjid untuk mendirikan Solat Tahyatul Masjid serta beramah mesra dengan pelawat-pelawatnya. Pada ketika ini datanglah orang munafik bersumpah-sumpah sambil memberi sebab-sebab mengapa mereka tidak menyertai Nabi Muhammad s.a.w.  keTabuk. Nabi Muhammad s.a.w.menerima saja alasan-alasan yang diucapkan oleh lidah-lidah mereka sedangkan kandungan batin mereka tinggalkan kepada Allah s.w.t.untuk membereskannya. Kemudian saya pun tibalah untuk menemui Rasulullah s.a.w. lantas memberi salam kepada Baginda s.a.w.. Suatu senyuman yang tawar, Baginda s.a.w. menolehkan mukanya kearah lain. Saya berkata:" Wahai Rasulullah ,Tuan memalingkan muka Tuan dari saya.Demi Allah s.w.t., saya bukannya munafik dan saya tidak meragui kebenaran agama saya." Baginda s.a.w. menyuruh saya mendekati lalu bertanya: "Apa yang menghalangi kamu? Bukankah kamu telah membeli unta?" Saya menjawab: "Ya Rasulullah s.a.w., kalau kepada orang lain sudah tentu saya dapat memberi alasan-alasan yang sesuai kerana Allah s.w.t. telah mengurniakan saya dengan kefasihan bercakap, tetapi kepada Tuan, walaupun saya dapat memberi keterangan-keterangan dusta yang memuaskan hati Tuan, sudah tentu Allah s.w.t. akan memurkai saya. Sebaliknya kalau saya menimbulkan kemarahan Tuan dengan bercakap benar saya percaya lambat-laun kemarahan Tuan itu akan dihapuskan oleh Allah s.w.t. . Oleh itu saya bercakap benar. Demi Allah s.w.t. saya tidak ada sebarang alasan pun sedangkan pada masa itu hidup saya mewah." Kata Nabi Muhammad s.a.w."Dia sedang bercakap benar." Kemudian Baginda s.a.w berkata: "Pergilah kamu dan Allah s.w.t.. akan menentukan sesuatu bagi kamu."
          Apabila saya meninggalkan Nabi Muhammad s.a.w.. orang-orang dari puak saya telah menyalahi saya kerana telah bercakap benar dihadapan Rasulullah. Kata mereka: Kamu sebelum ini tidak pernah melakukan sebarang kesalahan . Kalaulah setelah memberi satu-satu alasan yang sesuai, kamu meminta Nabi Muhammad s.a.w. berdoa untuk diampunkan oleh Allah s.w.t., yang demikian itu sudah tentu mencukupi. "Kemudian saya bertanya kalau-kalau ada orang yang hal keadaannya seperti saya. Mereka menceritakan mengenai Hilah bin Umayyah dan Murarah bin Rabi. Mereka juga telah mengakui kesalahan mereka dan menerima jawapan yang sama. Saya tahui yang mereka ini adalah penganut-penganut agama Islam  yang sejati dan telah mengambil bahagian dalam Peperangan Badar. Nabi Muhammad s.a.w. sudah memerintahkan supaya kami bertiga dipulaukan.Tidak ada seorang pun yang berani bergaul dan bercakap-cakap dengan kami. Pada masa itu saya berasa seolah-olah saya tinggal berdagang dirantau orang. Kawan-kawan berkelakuan seperti orang asing. Dunia yang begitu luas menjadi sempit. Kalau saya mati Nabi Muhammad s.a.w. tidak akan mengimami sembahyang jenazah saya. Sebaliknya kalau Baginda s.a.w. wafat sudah tentu  pemboikotan yang dikenakan keatas saya akan berterusan sehingga keakhir hayat saya. Kawan-kawan saya yang berdua itu tidak menampakkan diri mereka diluar rumah sedangkan saya memberanikan diri dengan berjalan-jalan dipasar dan bersembahyang berjemaah tetapi saya tidak dihiraukan oleh sesiapa pun. Kadang-kadang saya memberanikan diri menghampiri  Nabi Muhammad s.a.w. sambil memberikan salam. Saya menunggu-nuggu jawapannya dengan penuh harapan.Kerapkali selepas menunaikan solat fardhu saya akan menunaikan solat sunnat berhampiran dengan Nabi Muhammad s.a.w. kerana ingin mengetahui sama ada Baginda s.a.w.  akan memandang saya atau tidak. Ya, Baginda s.a.w.memandangkan saya semasa berada dalam sembahyang. Diluar sembahyang Baginda s.a.w. memalingkan pandangannya dari saya."
         "Pada suatu hari apabila saya rasa yang saya tidak dapat lagi menderitai pemulauan sosial yang dikenakan keatas saya, saya telah memanjat tembok kebun sepupu saya,Qatadah. Saya mengucapkan salam kepadanya tetapi dia tidak menjawab. Saya menggesanya supaya menjawab hanya satu soalan sahaja. Saya bertanya:"Engkau tahu atau tidak yang aku mencintai Allah s.w.t. dan RasulNya?" Soalan saya itu terpaksa diulangi sebanyak tiga kali. Pada kali yang ketiganya baharulah dia menjawab:" Hanya Allah s.w.t.dan RasulNya yang mengetahui." Mendengar jawapannya itu saya menangis lalu meninggalkannya."
          "Pada suatu ketika sedang saya melalui sebatang jalan di Madinah, saya terpandang akan seorang Kriastian bangsa Mesir yang telah datang dari Sham. Rupa-rupanya orang itu sedang mencari saya. Apabila orang ramai disitu menunjukkan saya dia pun menghampiri saya sambil menyerahkan sepucuk surat daripada Raja Keristian yang memerintah Ghassan. Surat itu berbunyi:" Kami telah mengetahui akan penganiayaan yang kamu perolehi dari ketua kamu. Allah s.w.t. tidak akan membiarkan kamu dalam keadaan hina dan malu. Eloklah kamu menyertai kami dan kami akan memberi segala pertolongan kepada kamu." Apabila saya membaca surat ini saya mengucapkan:"INNA LILLAHI WA INNA ILAIHI RAJIUN." Demikianlah hal keadaan saya sehingga orang-orang kafir menyangka yang saya akan murtad. Saya tidak dapat membayangkan segala kecelakaan yang menimpa diri saya. Dengan serta merta saya mencampakkan surat itu kedalam api dan saya pun terus pergi berjumpa dengan Nabi Muhammad s.a.w. Kata saya:"Ya Rasulullah s.a.w., saya telah tergelincir didalam jurang kehinaan yang amat dahsyat sehinggakan orang-orang kafir menyangka yang saya akan murtad."
         "Selepas empat puluh hari pemboikotan itu berjalan seorang utusan  Nabi Muhammad s.a.w. mendatangi saya dengan membawa satu perintah baru dari  Nabi Muhammad s.a.w. Saya diperintahkan supaya berpisah dari isteri saya. Saya bertanya kepada utusan itu sama ada isteri saya terpaksa diceraikan. Dia hanya menmyuruh saya berpisah dari isteri saya. Perintah yang sama diberikan kepada sahabat-sahabat yg berdua itu. Kata saya kepada isteri saya:"Pergilah kamu tinggal bersama-sama orang tuamu sehingga Allah s.w.t. menetukan sesuatu bagiku." Isteri Hilal pun telah pergi berjumpa dengan Nabi Muhammad s.a.w. sambil mengadu kepada Baginda s.a.w :"Ya Rasulllah,Hilal sudah tua dan tidak ada orang untuk menjaganya. Kalau aku meninggalkannya sudah tentu dia akan mati. Izinkan aku supaya menjagainya."Nabi Muhammad s.a.w. menjawab: "Baiklah tetapi jangan melakukan perhubungan jenis." Kata isteri Hilal:"Ya Rasulullah ,dia sudah tidak ada keinginan semenjak pemulauan dikenakan keatasnya. Dia menghabiskan masanya dengan menangis."
           Ada orang yang mecadangkan kepada saya supaya meminta kebenaran daripada Nabi Muhammad s.a.w. untuk membolehkan isteri saya tinggal bersama-sama saya tetapi saya enggan berbuat demikian kerana saya masih muda sedangkan Hilal sudah tua. Lagi pula saya tidak berani membuat permintaan yang demikian. Sehingga ini pemulauan telah dijalankan keatas kami selama lima puluh hari. 
         Pada pagi yang kelima puluh itu sedang saya duduk-duduk diatas bumbung rumah saya, setelah melakukan Solat Faja, saya terdengar orang menjerit dari kemuncak bukit Salak. "Ada berita gembira buat kamu ya Ka'ab." Sebaik sahaja saya mendengar berita itu saya pun bersujud dengan gembiranya sambil mengucapkan syukur kepada Allah s.w.t.. Saya tahu yang saya telah perolehi keampunan daripada Allah s.w.t.. Sebenarnya Nabi Muhammad s.a.w. mengistiharkan keampunan Allah s.w.t. kepada kami bertiga selepas solat Subuh itu.Kemudian datang pula seorang penunggang kuda membawa berita yang sama. Oleh kerana kegembiraan yang amat sangat saya telah menghadiahkan pakaian yang terlekat dibadan saya kepada pembawa berita gembira itu.Pada masa itu saya hanyai miliki pakaian yang sedang saya pakai tadi. Oleh hal yang demikian saya meminjam sehelai pakaian dari sahabat saya dan memakai pakaian itu dan saya terus pergi berjumpa dengan Rasulullah s.a.w.. Apabila saya tiba dimasjid orang-orang yang sedang berbual-buak dengan Rasulullah s.a.w.datang menerpa dan memegang tangan saya sambil mengucapkan tahniah. Orang yang mula-mula mengucapkan tahniah kepada saya ialah Talhah.Kemudian saya pun menyampaikan salam kepada Nabi Muhammad s.a.w. . Muka Baginda s.a.w. berseri-seri dengan cahaya kegembiraan. Saya berkata kepada Baginda s.a.w. :"Ya Rasulullah, saya bercadang hendak mendermakan semua harta saya sebagai mengucapkan syukur kepada Allah s.w.t. yang telah sudi menerima taubat saya." Baginda s.a.w.. berkata: "Janganlah habiskan semua harta kamu. Tinggalkan sedikit untuk kepentingan dirimu." Saya pun mendermakan harta saya kecuali rampasan yang diperolehi dalam Peperangan Khaibar."
        "Kebenaran telah menyelamatkan saya dan oleh itu saya berazam hendak bercakap benar pada setiap masa."


 Kisah diatas dengan jelas menunjukkan sifat-sifat yang sepatutnya terdapat pada semua penganut-penganut Islam yang bernar-benar beriman.
1) Pentingnya berusaha dijalan Allah s.w.t. Orang yang selama ini telah mematuhi segala perintah Allah s.w.t. dan yang telah menyertai semua peperangan menetang musuh pun terpaksa menanggung penderitaan akibat kesalahan yang dilakukan hanya sekali sahaja.
 2) Kepatuhan menjunjung perintah Nabi Muhammad s.a.w. Selama lima puluh hari masyarakat Islam termasuk kaum kerabat dan sanak saudara serta sabahat handai mereka sendiri telah memulau Ka'ab dan kawan-kawannya pula telah menjalani hukuman dengan pebuh ketaatan. Dengan lain-lain perkataan, yang memulau pada suatu pihak dan yang kena pulau disuatu pihak yang lain masing-masing mematuhi arahan Nabi Muhammad s.a.w.
 3) Keimanan yang teguh Ka'ab telah menerima surat dari seorang raj Kristian yang cuba mempengaruhinya supaya melakukan kemungkaran. Perkataan-perkataan dan perbuatannya selepas menerima surat itu merupakan bukti yang nyata mengenai keteguhan imannya.
        Sekarang marilah kita memeriksa perbadi kita sendiri untuk menentukan banyak atau sedikitnya kepatuhan yang terdapat pada diri kita. Adakah kita mematuhi segala perintah-perintah Allah s.w.t.? Adakah kita mendirikan sembahyang- Perintah Allah s.w.t. yang paling sedikit memakan belanja? Adakah kita berasa sedih apabila meninggalkannya?

Kisah Perang Hunain

Kita awali pertemuan pagi hari ini dengan tiga ayat yang berbicara terkait perang Hunain. Kenapa kita awali pertemuan ini dengan ayat-ayat alquran? Karena disaat kita berkumpul di salah satu rumah Allah kemudian membaca dan mempelajari ayat-ayat Allah, melainkan Allah akan menurunkan rahmat-Nya. Sebab Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam pernah bersabda:
وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللهِ، يَتْلُونَ كِتَابَ اللهِ، وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ، إِلَّا نَزَلَتْ عَلَيْهِمِ السَّكِينَةُ، وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ وَحَفَّتْهُمُ الْمَلَائِكَةُ، وَذَكَرَهُمُ اللهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ
“Tidaklah suatu kaum berkumpul di salah satu rumah Allah (masjid), mereka membaca kitab Allah dan bersama-sama mempelajari isinya, melainkan akan turun ketenangan ke dalam jiwa mereka, mereka diliputi oleh rahmat, dikelilingi oleh para malaikat dan nama-nama mereka disebutkan Allah di hadapan para malaikat yang berada di sisi-Nya.” (HR. Muslim, Abu Dawud, Ibnu Majah dan Ahmad)
Ayat-ayat yang terkait perang Hunain itu adalah firman Allah Ta’ala:
لَقَدْ نَصَرَكُمُ اللّهُ فِي مَوَاطِنَ كَثِيرَةٍ وَيَوْمَ حُنَيْنٍ إِذْ أَعْجَبَتْكُمْ كَثْرَتُكُمْ فَلَمْ تُغْنِ عَنكُمْ شَيْئاً وَضَاقَتْ عَلَيْكُمُ الأَرْضُ بِمَا رَحُبَتْ ثُمَّ وَلَّيْتُم مُّدْبِرِينَ{25} ثُمَّ أَنَزلَ اللّهُ سَكِينَتَهُ عَلَى رَسُولِهِ وَعَلَى الْمُؤْمِنِينَ وَأَنزَلَ جُنُوداً لَّمْ تَرَوْهَا وَعذَّبَ الَّذِينَ كَفَرُواْ وَذَلِكَ جَزَاء الْكَافِرِينَ{26} ثُمَّ يَتُوبُ اللّهُ مِن بَعْدِ ذَلِكَ عَلَى مَن يَشَاءُ وَاللّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ{27}
“Sesungguhnya Allah telah menolong kamu (hai para mukminin) di medan peperangan yang banyak, dan (Ingatlah) peperangan Hunain, yaitu diwaktu kamu menjadi congkak karena banyaknya jumlah (mu), maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat kepadamu sedikitpun, dan bumi yang luas itu telah terasa sempit olehmu, kemudian kamu lari ke belakang dengan bercerai-berai. Kemudian Allah menurunkan ketenangan kepada RasulNya dan kepada orang-orang yang beriman, dan Allah menurunkan bala tentara yang kamu tiada melihatnya, dan Allah menimpakan bencana kepada orang-orang yang kafir, dan demikianlah pembalasan kepada orang-orang yang kafir. Sesudah itu Allah menerima taubat dari orang-orang yang dikehendakiNya. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (At Taubah: 25-27)
Diantara tujuan mengkaji sirah nabawiyah adalah untuk mengambil pelajaran-pelajaran penting dalam perjalanan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam dan para sahabatnya Ridhwanullah Alaihim. Diantara sirah nabi tersebut adalah perang Hunain.
Perang Hunain terjadi pada tanggal 6 Syawwal tahun 8 Hijriyah. Perlu tidak kita mengetahui tanggal, bulan atau tahun terjadinya perang tersebut? Perlu kita mengetahuinya, sehingga kita bisa menghitung perang apa saja yang dipimpin oleh Rasulullah dan sampai tahun berapa beliau wafat, dan setelah itu perang-perang yang dipimpin oleh para sahabat.
Sebelum perang Hunain ada peristiwa besar yang dikenal dengan penaklukan kota Makkah. Jatuhnya kota Makkah ke tangan kaum Muslimin menunjukkan telah berakhirnya dominasi kaum kafir Quraisy atas wilayah itu selama berabad-abad. Meskipun demikian, posisi kota Makkah belum dikatakan aman secara geografis, karena beberapa kabilah yang memusuhi Rasulullah masih bercokol di kawasan selatan Makkah. Itulah kabilah-kabilah yang pernah menolak ajakan Rasulullah (dalam thalab an-nushrah) ketika beliau masih berdakwah di kota Makkah. Kabilah-kabilah tersebut pernah menolak seruan Nabi dan mengusir beliau dengan cara yang amat keji. Berita kemenangan yang diperoleh Rasulullah dan kaum Muslimin tampaknya tidak menyenangkan para pemuka kabilah yang berada di sekitar Makkah, yang masih musyrik. Kekhawatiran mereka terhadap pertumbuhan kekuatan kaum Muslimin bukan lagi sekadar ilusi, melainkan kenyataan yang harus mereka hadapi.
Bangsa ‘Arab mulai tunduk kepada Islam, dan mereka berduyun-duyun masuk ke dalamnya. Suku Hawazin yang mendengar peristiwa itu, merasa khawatir jika Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam akan mengerahkan pasukan kepada mereka. Mereka pun bersatu untuk menyerang beliau. Peristiwa ini pun meletus di Hunain, sebuah lembah yang terletak antara Makkah dan Thaif, pada bulan Syawwal tahun ke-8 Hijriyah.
Salah seorang tokoh Hawazin, yakni Malik bin Auf an-Nashari, berhasil memprovokasi beberapa kabilah lainnya, dan bersiap-siap menghadapi pasukan kaum Muslim dengan mengumpulkan kekuatan yang sangat besar di daerah Authas (terletak antara Makkah dan Thaif).
Kaum Hawazin adalah kekuatan terbesar setelah kaum Quraisy. Kaum Hawazin dan Quraisy saling berlomba dalam hal kekuatan. Hawazin tidak tunduk kepada sesuatu, yaitu Islam yang Quraisy telah takluk padanya. Hawazin ingin menjadi kekuatan yang utama dengan mencoba mencabut Islam dari akarnya.
Maka kemudian, di bawah pimpinan Malik bin Auf An-Nashary, salah seorang tokoh Hawazin, mereka menghimpun kekuatan dimana bergabung bersamanya seluruh Bani Tsaqif, Bani Nashr, Bani Jusyam, juga Said bin Bakr. Said bin Abi Bakr ini adalah kabilah dimana Rasulullah pernah disusui. Sedangkan Bani Ka’ab dan Bani Kilab menentang Kaum Hawazin dan bergabung bersama Rasulullah.
Mereka disertai pula seorang bernama Duraid bin Ash-Shammah, pemimpin dan orang termuka di kalangan Bani Jutsam. Dia dikenal sebagai seorang tua yang pemberani dan berpengalaman. Usianya saat itu sudah 120 tahun, bahkan ada yang mengatakan lebih. Dia juga buta sehingga dia hanya dimintai pendapat dan pengetauhuannya saja mengenai perang. Adapun panglima kaum Tsaqif saat itu adalah Kinanah bin ‘Abdu Yalil –yang dikemudian hari memeluk Islam –.
Persiapan dan Kekuatan Musuh
Malik bin Auf, panglima perang, memerintahkan agar segala sesuatu dibawa saat perang seperti seluruh harta kekayaan, binatang ternak, kaum wanita dan anak-anak mereka dengan harapan agar pasukannya tetap tegar dan tidak lari meninggalkan medan perang.
Ketika hal ini didengar oleh Duraid, dia bertanya kepada Malik: ”Ada apa ini, saya mendengar suara anak-anak, kaum wanita, dan binatang ternak dalam pasukanmu?”
Kata Malik: ”Saya ingin menempatkan di belakang setiap laki-laki ada anak, istri, dan harta mereka agar dia berperang mempertahankannya.”
Duraid berkata mencemooh: ”(Itulah) penggembala kambing, demi Allah. Bukan untuk perang. Apakah itu akan dapat membela orang yang kalah? Sungguh, kalau kau menang itu semua tidak berguna bagimu selain laki-laki dan senjata. Kalau kau kalah, berarti kau telah mempermalukan keluarga dan hartamu”. Akan tetapi, Malik tidak menerima sarannya dan tetap menjalankan rencananya.
Akhirnya mereka pun berangkat membawa serta puluhan ribu ekor unta. Malik memerintahkan agar kaum wanita dan anak-anak diletakkan di atas unta-unta tersebut. Dengan cara ini, Malik sudah menjatuhkan mental lawan yang melihatnya karena mereka akan mengira di belakangnya ada ratusan ribu pasukan. Taktik ini adalah salah satu sebab kemenangan Hawazin pada awal pertempuran.
Malik membawa pasukannya hingga tiba di lembah Hunain. Daerah ini sudah sangat dikenal oleh Malik sehingga dia dengan mudah menempatkan pasukannya untuk memusnahkan kaum muslimin dengan sekali serangan.
Malik mulai membagi pasukannya. Lembah dan bukit-bukit di sekitarnya menjadi tempat persembunyian dan jebakan yang sangat kuat. Apabila lawan terpancing masuk ke perut lembah, maka pasukannya yang ada di kanan kiri bukit akan menghujani mereka dengan panah dan batu. Apalagi prajurit Hawazin terkenal ahli panah dan tombak.
Jumlah orang yang terhimpun dari Bani Sa’ad dan Tsaqif ada 4.000 orang hingga selanjutnya mencapai 30.000 orang karena kabilah-kabilah Arab lainnya ikut bergabung. Ada pula yang mengatakan hanya 20.000 personil. Selain jumlah yang banyak, Kaum Hawazin dikenal sebagai pemanah yang ulung.
Persiapan Dan Kekuatan Kaum Muslimin
Sebelum berangkat, Rasulullah menunjuk ‘Attab bin Usaid bin Abil ‘Uaish bin Umayyah yang ketika itu berusia sekitar 20 tahun tinggal di kota Makkah sebagai kepala pemerintahan dan Mu’adz bin Jabal sebagai pengajar bagi penduduk Makkah.
Setelah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam mendengar rencana penyerangan Hawazin ini, beliau mengirim ‘Abdullah bin Abi Hadrad Al Aslami sebagai mata-mata mengintai sejauh mana kesiapan orang-orang kafir tersebut. Lalu berangkatlah ‘Abdullah dan tinggal di tengah-tengah mereka sehari semalam atau lebih.
Tak lama, ‘Abdullah kembali menemui Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dan menceritakan apa yang dilihatnya. Tetapi bisa jadi informasi yang disampaikannya tidak lengkap. Ada beberapa hal yang tidak tersampaikan oleh ‘Abdullah kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam termasuk taktik perang yang akan dilancarkan oleh Malik. Sehingga ketidaktahuan akan hal ini menjadi salah satu sebab mundurnya pasukan muslimin pada awal pertempuran.
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam mulai menyiapkan pasukan. Terkumpullah 10.000 orang yang sebelumnya ikut bersama beliau dari Madinah untuk membebaskan Makkah. Kemudian ditambah 2.000 orang dari penduduk Makkah yang baru masuk Islam. Jumlah ini terhitung sangat banyak sehingga ada yang mengatakan “Hari ini kita tidak akan dikalahkan karena jumlah yang sedikit”.
Perkataan tersebut justru membebani Rasulullah. Pada petang harinya, datanglah salah seorang penunggang kuda memberi tahu Rasulullah bahwa Hawazin telah berangkat dengan membawa unta dan hewan ternak mereka. Beliau tersenyum dan berkata, “Itu adalah harta rampasan (ghanimah) milik kaum muslimin besok hari, Insya Allah..”
Beliau juga meminjam beberapa puluh baju besi dan senjata kepada Shafwan bin Umayyah dan Naufal bin Al-Harits yang ketika itu masih musyrik.
Ketika Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam berangkat menuju Hunain, mereka melewati sebatang pohon yang dipuja oleh kaum musyrikin bernama Dzatu Anwath. Mereka menggantungkan di atasnya senjata-senjata mereka.
Maka mereka pun berkata: “Ya Rasulullah, buatkanlah untuk kami Dzatu Anwath sebagaimana mereka punya Dzatu Anwath.”
Mendengar perkataan ini, Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam berseru: ”Allahu Akbar, yang kalian katakan ini, demi jiwa Muhammad yang berada dalam genggaman-Nya, sebagaimana yang dikatakan bani Israil kepada Musa, ”jadikan untuk kami Ilah, sebagaimana mereka punya ilah”, sesungguhnya itu adalah tradisi, sungguh kalian akan mengikuti tradisi orang sebelum kalian”(HR. Tirmidzi, Kitabul Fitan)
Berlangsungnya Pertempuran
Setelah mengetahui keberangkatan Rosulullah, Malik segera menempatkan pasukannya di lembah Hunain dan meyebarkan mereka di lorong persembunyian lembah guna melancarkan serangan mendadak dan serempak. Semua ini atas petunjuk Duraid.
Ketika Rasululah sampai di Hunain, lalu menuruni lembah dan waktu itu masih gelap, kaum musyrikin dari pasukan Hawazin dan Tsaqif mendadak melancarkan serangan dari berbagai lorong dan tempat persembunyian lembah sehingga kuda-kuda mereka berlarian dan orang-orang pun mundur tunggang langgang. Sehingga secara umum, pasukan kaum Muslimin menderita kekalahan,
Mengetahui hal itu, kaum musyrikin begitu bergembira. Abu Sufyan kemudian berkata, ”Kekalahan mereka tidak akan sampai ke Laut (Laut Merah).
Sementara itu, Rasulullah minggir ke arah kanan kemudian memanggil dengan suara keras, “Kemarilah, wahai Hamba-Hamba Allah! Sesungguhnya, aku seorang Nabi yang tidak berdusta. Aku adalah putra (cucu) Abdul Muthalib”.
Abu Sufyan Ibn Al-Harits segera memegangi tali kendali baghal Rasulullah dan Al Abbas memegangi pelananya berusaha menahannya agar tidak terburu-buru melesat ke arah musuh. Belaiu pun turun dari baghal itu, lalu berdoa dan memohon portolongan Allah.
Rasulullah kemudian memerintahkan Al-Abbas orang yang suaranya paling keras untuk menyeru para sahabat. Al Abbas berteriak dengan suara kerasnya, “Wahai Ash-habus Samroh! (para sahabat yang pernah melakukan Bai’at Ridhwan pada tahun Hudaibiyah”.
Abbas berkata, “Demi Allah, begitu mendengar teriakan itu, mereka segera kembali seperti sapi yang datang memenuhi panggilan anaknya, seraya berkata, ”Kami sambut seruanmu, kami sambut seruanmu!” Hingga akhirnya terkumpul sekitar seratus orang yang siap menerjang musuh dan berperang mempertaruhkan nyawa.
Seruan seperti itu kemudian juga ditujukan kepada kalangan Anshar dan Bani Al-Harits ibn Al-Khazraj. Maka bergabunglah berbagai pasukan satu demi satu. Sehingga di sekeliling Rasulullah terhimpun sekumpulan pasukan kaum muslimin dalam jumlah besar.
Allah menurunkan ketenangan kepada Rasulullah dan orang-orang beriman. Allah juga menurunkan bala tentara yang tidak terlihat secara kasat mata. Pasukan Muslimin pun kembali berlaga di medan perang dan peperangan pun berkobar kembali. Rasulullah berkata, “Authas telah berkecamuk”.
Beliau kemudian memungut segenggam pasir dan melemparkannya ke arah wajah pasukan musuh seraya berseru, “Terhinalah wajah kalian”. Sementara dalam Kitab Sirah Nabawiyah Karangan Dr. Al-Buthy seruan Rasulullah berbunyi, ”Musnahlah kalian demi Rabb Muhammad”.
Kemudian, kedua mata kaum musyrikin menjadi dipenuhi debu dan mereka pun mundur serta melarikan diri. Kaum muslimin lalu mengejar pasukan musuh dan membunuh serta menawan kaum musyrikin, termasuk wanita dan anak-anak mereka. Ada sebagian kaum muslimin yang membunuh anak-anak musuh, maka Rosulullah kemudian melarang membunuh anak-anak dan wanita.
Dalam perang ini, Duraid bin Ash-Shammah terbunuh sementara Khalid bin Al Walid menderita luka-luka yang cukup parah. Tatkala musuh mengalami kekalahan, beberapa orang kafir Makkah menyatakan diri masuk Islam.
Harta Rampasan Perang
Rasulullah memerintahkan untuk mengumpulkan harta rampasan perang dan tawanan dan dibawa ke Ju’ranah serta disimpan disana. Semuanya ada 6.000 orang tawanan, 24.000 ekor unta, lebih dari 40.000 ekor kambing dan 4.000 untai emas. Bahkan ada yang mengatakan ini merupakan rampasan perang yang terbesar bagi kaum muslimin.
Sikap Kaum Anshar
Menanggapi kebijakan Rasulullah yang membagikan ghanimah kepada mu’allaf untuk mengikatkan hati mereka pada Islam, membuat sebagian orang Anshar menggurutu. Setelah mendengar hal tersebut, Rasulullah lantas memerintahkan orang-orang Anshar untuk dikumpulkan di suatu tempat khusus untuk menyampaikan khutbah Khususnya yang intinya adalah menegaskan dan mengingatkan bahwa Kaum Anshar harus bersyukur mendapatkan kemuliaan berupa Allah dan Rasulullah dibandingkan memperebutkan kambing dan unta. Ucapan Rasulullah tersebut membuat kaum Anshar menangis hingga jenggot mereka basah karena air mata. Subhanallah..
Diantara Pelajaran dari Perang Hunain
Peristiwa terjadinya perang Hunain ini memberikan pelajaran penting seperti yang termaktub dalam Al-Qur’an Surat At-Taubah ayat 25-27.
Beberapa pelajaran penting yang dapat diambil dari Perang Hunain menurut Dr. Muhammad Sa’id Ramadhan Al-Buthy kurang lebih sebagai berikut:
  1. Menyusupkan mata-mata ke dalam Barisan Lawan merupakan strategi yang diperbolehkan
  2. Imam diperbolehkan meminjam senjata kaum Musyrikin untuk memerangi musuh kaum Muslimin
  3. Keberanian Rasulullah dalam peperangan
  4. Larangan membunuh wanita, anak-anak dan budak
  5. Jihad tidak berarti iri hati kepada kaum kafir
  6. Kebijaksanaan Islam tentang orang-orang mu’allaf
  7. Keutamaan kaum Anshar dan kecintaan Nabi pada mereka. Hal ini tergambar dari keikhlasan dan kerelaan Kaum Anshar dalam menanggapi kebijakan Rasulullah yang memberikan sebagian besar ghanimah kepada mu’allaf, walaupun sebagian sempat menggerutu. Tiada kaum yang seikhlas dan serela Anshar dalam menyayangi saudaranya yang sering tergambar dari ketulusan mereka membantu Kaum Muhajirin. Subhanallah..
Pelajaran lain dari ayat 25-27 surah At Taubah yaitu:
  • Bahwa kemenangan dan kesuksesan hanya datang dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
  • Allah Ta’ala menurunkan rasa ketenangan dan ketentraman kepada orang-orang beriman. Bagaimana kita mencari ketenangan tersebut? Dengan cara mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala.
  • Allah Ta’ala mengampuni siapa saja yang dikehendaki-Nya.
- See more at: http://darussalam-online.com/kisah-dan-pelajaran-dari-perang-hunain/#sthash.j6pAv4Uq.dpuf

Perang Mu'tah,3000 pasukan Muslim vs 20.000 pasukan Romawi

PERTEMPURAN paling heroik dan dahsyat yang dialami umat Islam di era awal perkembangan Islam adalah saat mereka yang hanya berkekuatan 3000 orang melawan pasukan terkuat di muka bumi saat itu, pasukan romawi dengan kaisarnya Heraclius yang membawa pasukan sebanyak 200.000 orang. Pasukan super besar tersebut merupakan pasukan aliansi antara kaum Nashara Romawi dan Nashara Arab sekitar dataran Syam, jajahan Romawi. Perang terjadi di daerah Mu’tah –sehingga sejarawan menyebutnya perang Mu’tah  (sekitar Yordania sekarang), pada tanggal 5 Jumadil Awal tahun 8 H atau tahun 629 M.
LATAR BELAKANG PEPERANGAN
Penyebab perang Mu’tah ini bermula ketika Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi wasallam mengirim utusan bernama al-Harits bin Umair al-‘Azdi yang akan dikirim ke penguasa Bashra (Romawi Timur) bernama Hanits bin Abi Syamr Al-Ghassani yg baru diangkat oleh Kekaisaran Romawi. Di tengah perjalanan, utusan itu dicegat dan ditangkap penguasa setempat bernama Syurahbil bin ‘Amr al-Ghassani, pemimpin dari bani Gasshaniyah (daerah jajahan romawi) dan dibawa ke hadapan kaisar Romawi Heraclius. Setelah itu kepalanya dipenggal.
Dan pada tahun yg sama, 15 orang utusan Rasulullah dibunuh di Dhat al Talh daerah disekitar negeri Syam (Irak). Sebelumnya, tidak pernah seorang utusan dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam dibunuh dalam misinya.
Pelecehan dan pembunuhan utusan negara termasuk menyalahi aturan politik dunia. Membunuh utusan sama saja ajakan untuk berperang. Hal inilah yang membuat Rasulullah marah.
Mendengar utusan damainya dibunuh, Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi wasallam sangat sedih. Setelah sebelumnya berunding dengan para Shahabat, lalu diutuslah pasukan muslimin sebanyak 3000 orang untuk berangkat ke daerah Syam, sebuah pasukan terbesar yang dimiliki kaum muslim setelah perang Ahzab. Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi wasallam sadar melawan penguasa Bushra berarti juga melawan pasukan Romawi yang notabene adalah pasukan terbesar dan adidaya di muka bumi ketika itu. Namun ini harus dilakukan karena bisa saja suatu saat pasukan lawan akan menyerang Madinah. Kelak pertempuran ini adalah awal dari pertempuran Arab – Byzantium.
Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi wasallam berkata:
“Pasukan ini dipimpin oleh Zaid bin Haritsah, bila ia gugur komando dipegang oleh Ja’far bin Abu Thalib, bila gugur pula panji diambil oleh Abdullah bin Rawahah –saat itu beliau meneteskan air mata- selanjutnya bendera itu dipegang oleh seorang ‘pedang Allah’ dan akhirnya Allah Subhânahu wata‘âlâ memberikan kemenangan. (HR. al-Bukhari)
Ini pertama kali Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengangkat tiga panglima sekaligus karena beliau mengetahui kekuatan militer Romawi yang tak tertandingi pada waktu itu.
Ketika pasukan ini berangkat Khalid bin al-Walid secara sukarela juga ikut menggabungkan diri. Dengan keikhlasan dan kesanggupannya dalam perang hendak memperlihatkan itikad baiknya sebagai orang Islam. Masyarakat ramai mengucapkan selamat jalan kepada komandan-komandan beserta pasukannya itu, dan Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi wasallam juga turut mengantarkan mereka sampai ke Tsaniatul Wada’, diluar kota Madinah dengan memberikan pesan kepada mereka: Jangan membunuh wanita, bayi, orang-orang buta atau anak-anak, jangan menghancurkan rumah-rumah atau menebangi pohon-pohon. Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi wasallam mendoakan dan kaum Muslimin juga turut mendoakan dengan berkata:
Allah menyertai dan melindungi kamu sekalian. Semoga kembali dengan selamat.
Komandan pasukan itu semula merencanakan hendak menyergap pasukan Syam secara tiba-tiba, seperti yang biasa dilakukan dalam ekspedisi-ekspedisi yang sebelumnya. Dengan demikian kemenangan akan diperoleh lebih cepat dan kembali dengan membawa kemenangan. Mereka berangkat sampai di Ma’an di bilangan Syam dengan tidak mereka ketahui apa yang akan mereka hadapi di sana.
JALANNYA PEPERANGAN
article-arrowsKaum Muslimin bergerak meninggalkan Madinah. Musuh pun mendengar keberangkatan mereka. Dipersiapkanlah pasukan super besar guna menghadapi kekuatan kaum Muslimin. Kaisar Heraclius mengerahkan lebih dari 100.000 tentara Romawi sedangkan Syurahbil bin ‘Amr mengerahkan 100.000 tentara yang terdiri dari kabilah Lakham, Juzdan, Qain dan Bahra‘. Kedua pasukan itupun bergabung. Berdasarkan informasi, pasukan tersebut dipimpin oleh Theodore, saudara Heraklius.
Mendengar kekuatan musuh yang begitu besar, kaum Muslimin berhenti selama dua malam di daerah bernama Ma’an wilayah Syam guna merundingkan apa langkah yang akan diambil. Beberapa orang berpendapat,
“Sebaiknya kita menulis surat kepada Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi wasallam, melaporkan kekuatan musuh. Mungkin beliau akan menambah kekuatan kita dengan pasukan yang lebih besar lagi, atau memerintahkan sesuatu yang harus kita lakukan.”
Tetapi Abdullah bin Rawahah tidak menyetujui pendapat tersebut. Bahkan ia mengobarkan semangat pasukan dengan ucapan berapi-api:
“Demi Allah Subhânahu wata‘âlâ, sesungguhnya apa yang kalian tidak sukai ini adalah sesuatu yang kalian keluar mencarinya, yaitu syahid (gugur di medan perang). Kita tidak berperang karena jumlah pasukan atau besarnya kekuatan. Kita berjuang semata-mata untuk agama ini yang Allah Subhânahu wata‘âlâ telah memuliakan kita dengannya. Majulah! Hanya ada salah satu dari dua kebaikan; menang atau gugur (syahid) di medan perang.” Lalu mereka mengatakan, “ Demi Allah, Ibnu Rawahah berkata benar.”
Demikianlah, pasukan terus ke tujuannya, dengan bilangan yang jauh lebih sedikit menghadapi musuh yang berjumlah 200.000 yang berhasil dihimpun orang Romawi untuk menghadapi suatu peperangan dahsyat yang belum ada taranya pada masa sebelum itu.
Perlu kita ketahui, tentara di medan perang dibagi menjadi lima pasukan, yaitu: pasukan depan, belakang, kanan, kiri, dan tengah sebagai pasukan inti. Tentara musuh dengan jumlah yang sangat banyak mengharuskan seorang tentara dari sahabat melawan puluhan tentara musuh. Akan tetapi, tentara Allah yang memiliki kekuatan iman dan semangat jihad untuk meraih kemulian mati syahid tidak merasakannya sebagai beban berat bagi mereka sebab kekuatan mereka satu banding sepuluh –sebagaimana digambarkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam firman-Nya,
Jika ada di antara kalian 20 orang yang bersabar maka akan mengalahkan 200 orang.” (QS. Al Anfal: 65)
Tentara Allah sebagai wali dan kekasih-Nya yang berperang untuk meninggikan agama-Nya, maka pasti Allah bersama mereka. Adapun orang-orang kafir sebanyak apapun bilangan dan kekuatan mereka, maka ibarat buih yang tidak berarti apa-apa.
KEPAHLAWANAN DAN SYAHIDNYA ZAID BIN HARITSAH
Sesuai perintah Rasulullah, pasukan Islam dipimpin Zaid bin Haritsah dengan bendera di tangannya. 3.000 pasukan Islam melawan 200.000 tentara Romawi jelas tak seimbang. Zaid bertempur dengan gagah berani. Sampai kemudian sebuah tombak Romawi menancap di tubuhnya. Darah segar assaabiquunal awwalun tumpah di bumi Mu’tah. Andaikan memiliki air mata, tanah di sana sudah menangis sejak tubuh mulia itu terjatuh. Zaid tergeletak sudah. Syahid
KEPAHLAWANAN DAN SYAHIDNYA JA’FAR BIN ABU THALIB
Melihat Zaid jatuh, Ja’far bin Abu Thalib segera melompat dari punggung kudanya yang kemerah-merahan, lalu dipukulnya kaki kuda itu dengan pedang, agar tidak dapat dimanfaatkan musuh selama-lamanya. Kemudian secepat kilat disambarnya bendera komando Rasulullah dari tangan Zaid, lalu diacungkan tinggi-tinggi sebagai tanda pimpinan kini beralih kepadanya
Ja’far bertempur dengan gagah berani sambil memegang bendera pasukan. Beliau maju ke tengah-tengah barisan musuh sambil mengibaskan pedang kiri dan kanan memukul rubuh setiap musuh yang mendekat kepadanya sampai akhirnya, pasukan musuh dapat mengepung dan mengeroyoknya. Ja’far berputar-putar mengayunkan pedang di tengah-tengah musuh yang mengepungnya. Dia mengamuk menyerang musuh ke kanan dan kiri dengan hebat sambil bersenandung:
Wahai … surga nan nikmat sudah mendekat
Minuman segar, tercium harum
Tetapi engkau Rum … Rum….
Menghampiri siksa
Di malam gelap gulita, jauh dari keluarga
Tugasku … menggempurmu ..
Sampai suatu ketika, ada seorang pasukan Romawi yang menebas tangan kanannya hingga putus. Darah suci pahlawan Islam tertumpah ke bumi. Lalu bendera dipegang tangan kirinya. Rupanya pasukan Romawi tidak rela bendera itu tetap berkibar. Tangan kirinya pun ditebas hingga putus. Kini ia kehilangan dua tangannya. Yang tersisa hanyalah sedikit lengan bagian atas. Dalam kondisi demikian, semangat beliau tidak surut, Ja’far tetap berusaha mempertahankan bendera dengan cara memeluknya sampai beliau gugur oleh senjata lawan.  Ada diantara mereka yang menyerang Ja’far dan membelah tubuhnya menjadi dua.
Berdasarkan keterangan Ibnu Umar Radhiyallâhu ‘anhu, salah seorang saksi mata yang ikut serta dalam perang itu, terdapat tidak kurang 90 luka di bagian tubuh depan beliau akibat tusukan pedang dan anak panah.
KEPAHLAWANAN DAN SYAHIDNYA ABDULLAH BIN RAWAHAH
moejahidKetika ia bertempur sebagai seorang prajurit, ibnu Rawahah menerjang ke muka dan ke belakang, ke kiri dan ke kanan tanpa ragu-ragu dan perduli. Sekarang setelah menjadi panglima seluruh pasukan yang akan dimintai tanggung jawabnya atas hidup mati pasukannya, setelah terlihat kehebatan tentara romawi seketika seolah terlintas rasa kecut dan ragu-ragu pada dirinya. Tetapi saat itu hanya sekejap, kemudian ia membangkitkan seluruh semangat dan kekutannya dan melenyapkan semua kekhawatiran dari dirinya, sambil berseru:
“Aku telah bersumpah wahai diri, maju ke medan laga
Tapi kenapa kulihat engkau menolak syurga …..
Wahai diri, bila kau tak tewas terbunuh, kau kan pasti mati
Inilah kematian sejati yang sejak lama kau nanti …….
Tibalah waktunya apa yang engkau idam-idamkan selama ini
Jika kau ikuti jejak keduanya, itulah ksatria sejati ….!”
(Maksudnya, kedua sahabatnya Zaid dan Ja’far yang telah mendahului gugur sebagai syuhada).
Jika kamu berbuat seperti keduanya, itulah ksatria sejati…..!”
Ia pun maju menyerbu orang-orang Romawi dengan tabahnya. Kalau tidaklah taqdir Allah Subhanahu wa Ta’ala yang menentukan, bahwa hari itu adalah saat janjinya akan ke syurga, niscaya ia akan terus menebas musuh dengan pedangnya, hingga dapat menewaskan sejumlah besar dari mereka. Tetapi waktu keberangkatan sudah tiba, yang memberitahukan awal perjalananya pulang ke hadirat Alloh, maka naiklah ia sebagai syahid.
Jasadnya jatuh terkapar, tapi rohnya yang suci dan perwira naik menghadap Zat Yang Maha Pengasih lagi Maha Tinggi, dan tercapailah puncak idamannya: “Hingga dikatakan, yaitu bila mereka meliwati mayatku: Wahai prajurit perang yang dipimpin Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan benar ia telah terpimpin!” “Benar engkau, ya Ibnu Rawahah….! Anda adalah seorang prajurit yang telah dipimpin oleh Allah…..!”
KABAR SYAHIDNYA PARA KOMANDAN PERANG MU’TAH SAMPAI KE RASULULLAH
Selagi pertempuran sengit sedang berkecamuk di bumi Balqa’ di Syam, Rasulullah Shallallahu alaihi wa Sallam sedang duduk beserta para shahabat di Madinah sambil mempercakapkan mereka. Tiba-tiba percakapan yang berjalan dengan tenang tenteram, Nabi terdiam, kedua matanya jadi basah berkaca-kaca. Beliau mengangkatkan wajahnya dengan mengedipkan kedua matanya, untuk melepas air mata yang jatuh disebabkan rasa duka… ! Seraya memandang berkeliling ke wajah para shahabatnya dengan pandangan haru, beliau berkata:
“Panji perang dipegang oleh Zaid bin Haritsah, ia bertempur bersamanya hingga ia gugur sebagai syahid. Kemudian diambil alih oleh Ja’far, dan ia bertempur pula bersamanya sampai syahid pula.”. Be!iau berdiam sebentar, lain diteruskannya ucapannya: “Kemudian panji itu dipegang oleh Abdulah bin Rawahah dan ia bertempur bersama panji itu, sampai akhirnya ia·pun syahid pula”.
Kemudian Rasul diam lagi seketika, sementara mata beliau bercahaya, menyinarkan kegembiraan, ketentraman dan kerinduan, lalu katanya pula : “Mereka bertiga diangkatkan ke tempatku ke syurga …”
Para sahabat di sisi Rasulullah juga tidak henti-hentinya meneteskan air mata. Tangis duka. Tangis kehilangan. Kehilangan sahabat-sahabat terbaik. Kehilangan pahlawan-pahlawan pemberani. Namun bersamaan dengan tangis itu juga ada kabar gembira bagi mereka. Bahwa ketiga orang itu kini disambut para malaikat dengan penuh hormat, dijemput para bidadari, dan mendapati janji surga serta ridha Ilahi. Secara khusus kepada Ja’far bin Abu Thalib yang terbelah tubuhnya, ia dijuluki dengan Ath-Thayyar (penerbang) atau Dzul-Janahain (orang yang memiliki dua sayap) sebab Allah menganugerahinya dua sayap di surga, dan dengan sayap itu ia bisa terbang di surga sekehendaknya.
BERITA SYAHIDNYA JA’FAR DISAMPAIKAN LANGSUNG OLEH RASULULLAH KEPADA KELUARGA JA’FAR
Rasulullah pun pergi ke rumah Ja’far, didapatinya Asma’, istri Ja’far, sedang bersiap-siap menunggu kedatangan suaminya. Dia mengaduk adonan roti, merawat anak-anak, memandikan dan memakaikan baju mereka yang bersih.
Asma’ bercerita,
“Ketika Rasulullah mengunjungi kami, terlihat wajah beliau diselubungi kabut sedih. Hatiku cemas, tetapi aku tidak berani menanyakan apa yang terjadi, karena aku takut mendengar berita buruk.”
Rasulullah memberi salam dan menanyakan anak-anak Ja’far dan menyuruh mereka ke hadapan Rasulullah.
Asma’ kemudian memanggil mereka semua dan disuruhnya menemui Rasulullah SAW. Anak-anak Ja’far berlompatan kegirangan mengetahui kedatangan beliau. Mereka berebutan untuk bersalaman kepada Rasulullah. Beliau menengkurapkan mukanya kepada anak-anak sambil menciumi mereka penuh haru. Air mata beliau mengalir membasahi pipi mereka.
Asma’ bertanya,
“Ya Rasulullah, demi Allah, mengapa anda menangis? Apa yang terjadi dengan Ja’far dan kedua sahabatnya?”
Beliau menjawab, “Ya, mereka telah syahid hari ini.”
Mendengar jawaban beliau, maka reduplah senyum kegirangan di wajah anak-anak, apalagi setelah mendengar ibu mereka menangis tersedu-sedu. Mereka diam terpaku di tempat masing-masing, seolah-olah seekor burung sedang bertengger di kepala mereka.
Rasulullah berdoa sambil menyeka air matanya,
“Ya Allah, gantilah Ja’far bagi anak-anaknya… Ya Allah, gantilah Ja’far bagi istrinya.”
Kemudian beliau bersabda,
“Aku melihat, sungguh Ja’far berada di surga. Dia mempunyai dua sayap berlumuran darah dan bertanda di kakinya.”
STRATEGI PERANG KHALID BIN WALID
khalid bin Walid - Sword of Allah
Tsabit bin Arqam mengambil bendera komando yang telah tak bertuan itu dan berteriak memanggil para shahabat Nabi agar menentukan pengganti yang memimpin kaum muslimin. Maka, pilihan mereka jatuh pada Khalid bin Walid
Khalid bin Walid Radhiyallâhu ‘anhu sangat sadar, tidaklah mungkin menandingi pasukan sebesar pasukan Romawi tanpa siasat yang jitu. Ia lalu mengatur strategi, ditebarkan rasa takut ke diri musuh dengan selalu mengganti formasi pasukan setiap hari. Pasukan di barisan depan ditukar dibelakang, dan yang dibelakang berada didepan. Pasukan sayap kanan berganti posisi ke kiri begitupun sebaliknya. Tujuannya adalah agar pasukan romawi mengira pasukan muslimin mendapat bantuan tambahan pasukan baru.
Selain itu, khalid bin Walid mengulur-ulur waktu peperangan sampai sore hari karena menurut aturan peperangan pada waktu itu, peperangan tidak boleh dilakukan pada malam hari. Khalid memerintahkan beberapa kelompok prajurit kaum muslimin pada pagi harinya agar berjalan dari arah kejauhan menuju medan perang dengan menarik pelepah-pelepah pohon sehingga dari kejauhan terlihat seperti pasukan bantuan yang datang dengan membuat debu-debu berterbangan.
Pasukan musuh yang menyaksikan peristiwa tersebut mengira bahwa pasukan muslim benar-benar mendapatkan bala bantuan. Mereka berpikir, bahwa kemarin dengan 3000 orang pasukan saja merasa kewalahan, apalagi jika datang pasukan bantuan. Karena itu, pasukan musuh merasa takut dan akhirnya mengundurkan diri dari medan pertempuran.
Pasukan Islam lalu kembali ke Madinah, mereka tidak mengejar pasukan Romawi yang lari, karena dengan mundurnya pasukan Romawi berarti Islam sudah menang.
HASIL PEPERANGAN
Ibnu Ishaq dan Ibnu Hisyam menyebutkan bahwa pertempuran ini berakhir imbang. Hal karena kedua belah pasukan sama-sama menarik mundur pasukannya yang lebih dahulu dilakukan oleh Romawi. Sedangkan Ibnu Katsir menyebutkan bahwa dalam pertempuran ini kemenangan berada di tangan pasukan Muslimin.
Imam Ibnu katsir mengungkapkan ketakjubannya terhadap kekuasaan Allah Subhanahu wa Ta’ala melalui hasil peperangan yang berakhir dengan kemenangan kaum muslimin dengan berkata,
“Ini kejadian yang menakjubkan sekali. Dua pasukan bertarung, saling bermusuhan dalam agama. Pihak pertama pasukan yang berjuang di jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala, dengan kekuatan 3000 orang. Dan pihak lainnya, pasukan kafir yang berjumlah 200 ribu pasukan. 100 ribu orang dari Romawi dan 100 ribu orang dari Nashara Arab. Mereka saling bertarung dan menyerang. Meski demikian sengitnya, hanya 12 orang yang terbunuh dari pasukan kaum muslimin, padahal, jumlah korban tewas dari kaum musyirikin sangat banyak.”
Sebenarnya tanpa ada justifikasi kemenanganpun akan diketahui ada dipihak siapa. Keberanian pasukan yang hanya berjumlah 3.000 dengan gagah berani menghadapi dan dapat mengimbangi pasukan yang sangat besar dan bersenjata lebih canggih dan lengkap cukup menjadi bukti. Bahkan jika menghitung jumlah korban dalam perang itu siapapun akan langsung mengatakan bahwa umat islam menang. Mengingat korban dari pihak muslim hanya 12 orang (al-Bidayah wan Nihayah (4/214)). Menurut riwayat Ibnu Ishaq 8 orang, sedang dalam kitab as-Sîrah ash-Shahîhah (hal.468) 13 orang) sedangkan pasukan Romawi tercatat sekitar 20.000 orang.
Menurut Imam Ibnu Ishaq – imam dalam ilmu sejarah Islam –, syuhada perang Mu’tah hanya berjumlah 8 sahabat saja. Secara terperinci, yaitu (1) Ja’far bin Abi Thalib, dan mantan budak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (2) Zaid bin Haritsah Al-Kalbi, (3) Mas’ud bin Al-Aswad bin Haritsah bin Nadhlah Al-Adawi, (4) Wahb bin Sa’d bin Abi Sarh. Sementara dari kalangan kaum Anshar, (5) Abdullah bin Rawahah, (6) Abbad bin Qais Al-Khazarjayyan, (7) Al-Harits bin an-Nu’man bin Isaf bin Nadhlah an-Najjari, dan (8) Suraqah bin Amr bin Athiyyah bin Khansa Al-mazini.
Di sisi lain, Imam Ibnu Hisyam dengan berlandaskan keterangan Az-Zuhri, menambahkan empat nama dalam deretan Sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang gugur di medan perang Mu’tah. Yakni, (9) Abu Kulaib dan (10) Jabir. Dua orang ini saudara sekandung. Ditambah Amr bin Amir putra Sa’d bin Al-Harits bin Abbad bin Sa’d bin Amir bin Tsa’labah bin Malik bin Afsha. Mereka juga berasal dari kaum Anshar. Dengan ini, jumlah syuhada bertambah menjadi 12 jiwa.
Perang ini adalah perang yang sangat sengit meski jumlah korban hanya sedikit dari pihak muslim. Di dalam peperangan ini Khalid Radhiyallâhu ‘anhu telah menunjukkan suatu kegigihan yang sangat mengagumkan. Imam Bukhari meriwayatkan dari Khalid sendiri bahwa ia berkata:
“Dalam perang Mu‘tah, sembilan bilah pedang patah di tanganku kecuali sebilah pedang kecil dari Yaman.” (HR. Al-Bukhari 4265-4266)
Ibnu Hajar mengatakan, hadits ini menunjukkan bahwa kaum Muslimin telah banyak membunuh musuh mereka.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Allah berkata, “Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah? Dan Allah beserta orang-orang yang sabar.” (Q.S. Al-Baqarah: 249)
IBRAR YANG KITA BISA AMBIL DARI PERANG MU’TAH
Kita merasa berat padahal kita tidak pernah berjihad. Kita mengeluh sering pulang malam dan kecapekan karena kita tidak pernah membayangkan mobilitas para sahabat seperti Zaid, Ja’far dan Ibnu Rawahah yang menempuh perjalanan beberapa pekan, lalu berperang beberapa pekan pula. Kita mengeluhkan hari libur yang tersita sehingga jarang berekreasi bersama keluarga karena kita tak pernah menempatkan diri seperti Zaid, Ja’far dan Ibnu Rawahah yang setiap kali berangkat jihad mereka meninggalkan wasiat pada istri dan keluarganya. Kita mengeluh korban tenaga, kehujanan, sampai terkena flu bahkan masuk rumah sakit. Karena kita tak pernah membayangkan jika kita yang menjadi para sahabat. Bukan flu yang menyerang tetapi anak-anak panah yang menancap di badan. Bukan panas dan meriang yang datang tetapi tombak yang menghujam. Bukan batuk karena kelelahan tapi sayatan pedang yang membentuk luka dan menumpahkan darah.
Kita mengeluh dengan pengeluaran sebagian kecil uang kita karena kita tidak membayangkan betapa besarnya biaya jihad para sahabat. Mulai dari membeli unta atau kuda, baju besi sampai senjata. Kita mengeluhkan masyarakat kita yang tidak juga menyambut dakwah sementara Zaid, Ja’far, dan Ibnu Rawahah bahkan tak pernah mengeluh meskipun berhadapan dengan 100.000 pasukan musuh. Kita merasa berat dan seringkali mengeluh karena kita tak memahami bahwa perjuangan Islam resikonya adalah kematian. Maka yang kita alami bukan apa-apa dibandingkan tombak yang menghujam tubuh Zaid bin Haritsah. Yang kita keluhkan tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan sabetan pedang yang memutuskan dua tangan Ja’far bin Abu Thalib dan membelah tubuhnya. Yang kita rasa berat tidak seberapa dibandingkan luka-luka di tubuh Ibnu Rawahah yang membawanya pada kesyahidan.
Lalu pantaskah kita berharap Rasulullah menangis karena kematian kita? Pantaskah kita berharap malaikat datang menyambut kita? Atau bidadari menjemput kita? Kemudian pintu surga dibukakan untuk kita?
Ya Allah, jika kami memang belum pantas untuk itu semua, jangan biarkan kami mengeluh di jalan dakwah ini. Ya Allah, anugerahkanlah hidayah-Mu kepada kami, dan janganlah Engkau jadikan hati kami condong pada kesesatan sesudah Engkau memberi hidayah pada kami. Amin.
luvne.com luvne.com ayeey.com cicicookies.com mbepp.com kumpulanrumusnya.comnya.com.com