Nabi Dawud ialah Nabi sekaligus Raja bagi Bani Israil. Semenjak masih muda telah menyertai tentara Bani Israil di bawah pimpinan Thalut melawan pasukan bangsa Palestina yang dipimpin Jalut (Goliath). Dawudlah yang berhasil membunuh Jalut, sehingga dipuji sebagai pahlawan perang. Setelah Raja Thalut meninggal, Dawud menggantikannya sebagai Raja. Allah mengangkat Dawud sebagai Nabi dan Rasul-Nya. Kepadanyalah diturunkan kitab Zabur. Ia memiliki sejumlah mukjizat, kecerdasan akal, mengerti bahasa burung, dan melembutkan besi hanya dengan menggunakan tangan kosong dan Dawud juga memiliki suara yang paling merdu dari semua suara umat manusia, sama seperti Yusuf yang diberikan wajah yang paling tampan. (Baca Kisah Nabi Yusuf AS Yang Sebenarnya)
Dawud yang mulai pembangunan Bait Suci yaitu Baitul Muqaddis yang telah diselesaikan oleh anaknya Sulaiman, yang kemudian sekarang menjadi tempat Masjid Al-Aqsa. Dawud meninggal dalam usia 100 tahun dan dikebumikan di Baitul Muqaddis. Dawud bin Yisya adalah salah seorang dari tiga belas bersaudara turunan ketiga belas dari Nabi Ibrahim AS (Baca Kisah : Asal Usul Nabi Ibrahim AS). Ia tinggal bermukim di kota Baitlehem, kota kelahiran Nabi Isa AS bersama ayah dan tiga belas saudaranya.
Dawud yang mulai pembangunan Bait Suci yaitu Baitul Muqaddis yang telah diselesaikan oleh anaknya Sulaiman, yang kemudian sekarang menjadi tempat Masjid Al-Aqsa. Dawud meninggal dalam usia 100 tahun dan dikebumikan di Baitul Muqaddis. Dawud bin Yisya adalah salah seorang dari tiga belas bersaudara turunan ketiga belas dari Nabi Ibrahim AS (Baca Kisah : Asal Usul Nabi Ibrahim AS). Ia tinggal bermukim di kota Baitlehem, kota kelahiran Nabi Isa AS bersama ayah dan tiga belas saudaranya.
Dawud Dan Raja Thalout
Ketika Raja Thalout Raja Bani Isra'il mengerahkan orang supaya memasuki tentara dan menyusun tentara rakyat untuk berperang melawan Bangsa Palestina, Dawud bersama dua orang kakaknya diperintahkan oleh ayahnya untuk turut berjuang dan menggabungkan diri ke dalam barisan askar Thalout. Khusus kepada Dawud sebagai anak yang termuda di antara tiga bersaudara, ayahnya berpesan agar ia berada di barisan belakang dan tidak boleh turut bertempur. Ia ditugaskan hanya untuk melayani kedua kakaknya yang harus berada dibarisan depan, membawakan makanan dan minuman serta keperluan-keperluan lainnya bagi mereka, di samping ia harus dari waktu ke waktu memberi laporan kepada ayahnya tentang jalannya pertempuran dan keadaan kedua kakaknya di dalam medan perang. Ia sesekali tidak diizinkan maju ke garis depan dan turut bertempur, mengingatkan usianya yang masih muda dan belum ada pengalaman berperang sejak ia dilahirkan.
Akan tetapi ketika pasukan Thalout dari Bani Isra'il berhadapan muka dengan pasukan Jalut dari bangsa Palestina, Dawud lupa akan pesan ayahnya tatkala mendengar suara Jalut yang nyaring dengan penuh kesombongan menentang mengajak berperang, sementara algojo-algojo perang Bani Isra'il berdiam diri sehingga rasa takut dan kecil hati. Ia secara spontan menawarkan diri untuk maju menghadapi Jalut dan terjadilah pertempuran antara mereka berdua yang berakhir dengan terbunuhnya Jalut sebagaimana telah diceritakan dalam kisah sebelum ini.
Sebagai imbalan bagi jasa Dawud mengalahkan Jalut maka dijadikan menantu oleh Thalout dan dikawinkannya dengan puterinya yang bernama Mikyal, sesuai dengan janji yang telah diumumkan kepada pasukannya bahwa puterinya akan dikawinkan dengan orang yang dapat bertempur melawan Jalut dan mengalahkannya. Di samping ia dipungut sebagai menantu, Dawud diangkat pula oleh Raja Thalout sebagai penasihatnya dan orang kepercayaannya. Ia disayang, disanjung dan dihormati serta disegani bukan saja oleh mertuanya bahkan oleh seluruh rakyat Bani Isra'il yang melihatnya sebagai pahlawan bangsa yang telah berhasil mengangkat keturunan serta derajat Bani Isra'il di mata bangsa-bangsa sekelilingnya.
Suasana keakraban, saling sayang dan saling cinta yang meliputi hubungan sang menantu Dawud dengan sang mertua Thalout tidak dapat bertahan lama. Pada akhir waktunya Dawud merasa bahwa ada perubahan dalam sikap mertuanya terhadap dirinya. Muka manis yang biasa ia dapat dari mertuanya berbalik menjadi muram dan kaku, kata-katanya yang biasa didengar lemah-lembut berubah menjadi kata-kata yang kasar dan keras. Bertanya ia kepada diri sendiri gerangan apakah kiranya yang menyebabkan perubahan sikap yang mendadak itu ? Adakah hal-hal yang dilakukan yang dianggap oleh mertuanya kurang layak, sehingga menjadikan ia marah dan benci kepadanya ? Ataukah mungkin hati mertuanya termakan oleh hasutan dan fitnahan orang yang sengaja ingin merusakkan suasana harmoni dan damai di dalam rumah tangganya ? Bukankah ia seorang menantu yang setia dan taat kepada mertuanya yang telah memenuhi tugasnya dalam perang sebaik yang diharapkan ? dan bukankah ia selalu tetap bersedia mengorbankan jiwa raganya untuk membela dan mempertahankan kekekalan kerajaan mertuanya ?
Dawud tidak mendapat jawaban yang memuaskan atas pertanyaan-pertanyaan yang melintasi pikirannya itu. Ia kemudian kembali kepada dirinya sendiri dan berkata dalam hatinya mungkin apa yang ia lihat sebagai perubahan sikap dan perlakuan dari mertuanya itu hanya suatu dugaan dan prasangka belaka dari pihaknya dan kalau pun memang ada maka mungkin disebabkan oleh urusan-urusan dan masalah-masalah pribadi dari mertua yang tidak ada sangkut pautnya dengan dirinya sebagai menantu. Demikianlah dia mencoba menenangkan hati dan pikirannya yang masyangul yang berpikir selanjutnya tidak akan memperdulikan dan mengambil kisah tentang sikap dan tindak tanduk mertuanya lebih jauh.
Pada suatu malam gelap yang sunyi senyap, ketika ia berada di tempat tidur bersama isterinya Mikyal. Dawud berkata kepada isterinya: "Wahai Mikyal, entah benarkah aku atau salah dalam tanggapanku dan apakah khayal dan dugaan hatiku belaka atau sesuatu kenyataan apa yang aku lihat dalam sikap ayahmu terhadap diriku ? Aku melihat akhir-akhir ini ada perubahan sikap dari ayahmu terhadap diriku. Ia selalu menghadapi aku dengan muka muram dan kaku tidak seperti biasanya. Kata-katanya kepadaku tidak selemah lembut seperti dulu. Dari pancaran pandangannya kepadaku aku melihat tanda-tanda antipati dan benci kepadaku. Ia selalu menggelakkan diri dari duduk bersama aku bercakap-cakap dan berbincang-bincang sebagaimana dahulu ia lakukan bila ia melihatku berada di sekitarnya."
Mikyal menjawab seraya menghela nafas panjang dan mengusap air mata yang terjatuh di atas pipinya: "Wahai Dawud aku tidak akan menyembunyikan sesuatu dari padamu dan sesekali tidak akan merahasiakan hal-hal yang sepatutnya engkau ketahui. Sesungguhnya sejak ayahku melihat bahwa keturunanmu makin naik di mata rakyat dan namamu menjadi buah mulut yang disanjung-sanjung sebagai pahlawan dan penyelamat bangsa, ia merasa iri hati dan khawatir bila pengaruhmu di kalangan rakyat makin meluas dan kecintaan mereka kepadamu makin bertambah, hal itu akan dapat melemahkan kekuasaannya dan bahkan mungkin mengganggu kewibawaan kerajaannya. Ayahku walau ia seorang mukmin berilmu dan bukan dari keturunan Raja menikmati kehidupan yang mewah, menduduki yang empuk dan merasakan manisnya berkuasa. Orang mengiakan kata-katanya, melaksanakan segala perintahnya dan membungkukkan diri jika menghadapinya. Ia khawatir akan kehilangan itu semua dan kembali ke tanah ladangnya dan usaha ternaknya di desa. Karenanya ia tidak menyukai orang menonjol yang dihormati dan disegani rakyat apalagi dipuja-puja dan dianggapnya pahlawan bangsa seperti engkau. Ia khawatir bahwa engkau kadang-kadang dapat merenggut kedudukan dan mahkotanya dan menjadikan dia terpaksa kembali ke cara hidupnya yang lama sebagaimana tiap Raja meragukan kesetiaan tiap orang dan berburuk sangka terhadap tindakan-tindakan orang-orangnya bila ia belum mengerti apa yang dituju dengan tindakan-tindakan itu."
"Wahai Dawud", Mikyal meneruskan ceritanya, "Aku mengetahui bahwa ayahku sedang memikirkan suatu rencana untuk menyingkirkan engkau dan mengikis habis pengaruhmu di kalangan rakyat dan walaupun aku masih meragukan kebenaran berita itu, aku rasa tidak ada salahnya jika engkau dari sekarang berlaku waspada dan hati-hati terhadap kemungkinan terjadi hal-hal yang malang bagi dirimu. "Dawud merasa heran kata-kata isterinya itu lalu ia bertanya kepada dirinya sendiri dan kepada isterinya: "Mengapa terjadi hal yang sedemikian itu ? Mengapa kesetiaanku diragukan oleh ayah mu, padahal aku dengan jujur dan ikhlas hati berjuang di bawah benderanya, menegakkan kebenaran dan memerangi kebathilan serta mengusir musuh ayahmu, Thalout telah kemasukan godaan Iblis yang telah menghilangkan akal sehatnya serta mengaburkan jalan pikirannya ?" Kemudian tertidurlah Dawud selesai mengucapkan kata-kata itu.
Pada esok harinya Dawud terbangun oleh suara seorang pesuruh Raja yang menyampaikan panggilan dan perintah kepadanya untuk segera datang menghadap. Berkata sang raja kepada Dawud yang berdiri tegak di hadapannya: "Hai Dawud pikiranku belakangan ini sangat terganggu oleh sebuah berita yang memusingkan. Aku mendengar bahwa bangsa Kan'aan sedang menyusun kekuatannya dan mengerahkan rakyatnya untuk datang menyerang dan menyerbu daerah kita. Engkaulah harapan ku satu-satunya, hai Dawud yang akan dapat menangani urusan ini maka ambillah pedangmu dan siapkanlah peralatan perangmu pilihlah orang-orang yang engkau percayai di antara tentaramu dan pergilah serbu mereka di rumahnya sebelum mereka sempat datang kemari. Janganlah engkau kembali dari medan perang kecuali dengan membawa bendera kemenangan atau dengan jenazahmu dibawa di atas bahu orang-orangmu."
Thalout hendak menyusun dua tujuan sekaligus dengan siasatnya ini, ia handak menghancurkan musuh yang selalu mengancam negerinya dan bersamaan dengan itu mengusir Dawud dari atas buminya karena hampir dapat dipastikan pada dirinya bahwa Dawud tidak akan kembali selamat dan pulang hidup dari medan perang kali ini. Siasat yang mengandung niat jahat dan tipu daya Thalout itu bukan tidak diketahui oleh Dawud. Ia merasa ada maksud lain dalam perintah Thalout itu padanya, namun ia sebagai rakyat yang setia dan anggota tentara yang disiplin ia menerima dan melaksanakan perintah itu dengan sebaik-baiknya tanpa memperdulikan atau memperhitungkan akibat yang akan menimpa dirinya.
Dengan bertawakkal kepada Allah berserah diri kepada takdir-Nya dan berbekal iman dan takwa di dalam hatinya berangkatlah Dawud beserta pasukannya menuju daerah bangsa Kan'aan. Ia tidak luput dari lindungan Allah yang memang telah menyuratkan dalam takdir-Nya mengutuskan Dawud sebagai Nabi dan Rasul. Maka kembalilah Dawud ke kampung halamannya beserta pasukannya dengan membawa kemenangan. Kedatangan Dawud kembali dengan membawa kemenangan diterima oleh Thalout dengan senyum dan tanda gembira yang dipaksakan oleh dirinya. Ia berpura-pura menyambut Dawud dengan penghormatan yang besar dan puji-pujian yang berlebih-lebihan namun dalam dadanya makin menyala-nyala api dendam dan kebenciannya, apalagi disadarinya bahwa dengan berhasilnya Dawud menggondol kemenangan, pengaruhnya di mata rakyat makin naik dan makin dicintainyalah ia oleh Bani Isra'il sehingga di mana saja orang berkumpul tidak lain yang diperbincangkan hanyalah tentang diri Dawud, keberaniannya, kecakapannya memimpin pasukan dan kemahirannya menyusun strategi dengan sifat-sifat mana ia dapat mengalahkan bangsa Kan'aan dan membawa kembali ke rumah kemenangan yang menjadi kebanggaan seluruh bangsa.
Gagallah siasat Thalout menyingkirkan Dawud dengan meminjam tangan orang-orang Kan'aan. Ia kecewa tidak melihat jenazah Dawud diusung oleh orang-orangnya yang kembali dari medan perang sebagaimana yang ia harapkan dan ramalkan, tetapi ia melihat Dawud dalam keadaan segar dan bugar gagah perkasa berada di hadapan pasukannya menerima alu-aluan rakyat dan sorak-sorainya tanda cinta kasih sayang mereka kepadanya sebagai pahlawan bangsa yang tidak terkalahkan. Thalout yang dibayang rasa takut akan kehilangan kekuasaan melihat makin meluasnya pengaruh Dawud, terutama sejak kembalinya dari perang melawan bangsa Kan'aan, berpikir jalan satu-satunya yang akan menyelamatkan dia dari ancaman Dawud ialah membunuhnya secara langsung. Lalu diaturlah rencana pembunuhannya sedemikian cermatnya sehingga tidak akan menyeret namanya terbawa-bawa ke dalamnya. Mikyal, isteri Dawud yang dapat mencium rancangan jahat ayahnya itu, segera memberitahu kepada suaminya, agar ia segera menjauhkan diri dan meninggalkan kota secepat mungkin sebelum rancangan jahat itu sempat dilaksanakan. Maka keluarlah Dawud memenuhi anjuran isterinya yang setia itu meninggalkan kota diwaktu malam gelap dengan tiada membawa bekal kecuali iman di dada dan kepercayaan yang teguh yang akan inayahnya Allah dan rahmat-Nya.
Setelah berita menghilangnya Dawud dari istana Raja diketahui oleh umum, berbondong-bondonglah menyusul saudara-saudaranya, murid-muridnya dari para pengikutnya mencari jejaknya untuk menyampaikan kepadanya rasa setia kawan mereka serta menawarkan bantuan dan pertolongan yang mungkin diperlukannya. Mereka menemui Dawud sudah agak jauh dari kota, ia lagi istirahat seraya merenungkan nasib yang ia alami sebagai akibat dari perbuatan seorang hamba Allah yang tidak mengenal budi baik sesamanya dan yang selalu memperturutkan hawa nafsunya sekadar untuk mempertahankan kekuasaan duniawinya. Hamba Allah itu tidak sadar, pikir Dawud bahwa kenikmatan dan kekuasaan duniawi yang ia miliki adalah pemberian Allah yang sewaktu-waktu dapat dicabut-Nya kembali dari padanya.
Akan tetapi ketika pasukan Thalout dari Bani Isra'il berhadapan muka dengan pasukan Jalut dari bangsa Palestina, Dawud lupa akan pesan ayahnya tatkala mendengar suara Jalut yang nyaring dengan penuh kesombongan menentang mengajak berperang, sementara algojo-algojo perang Bani Isra'il berdiam diri sehingga rasa takut dan kecil hati. Ia secara spontan menawarkan diri untuk maju menghadapi Jalut dan terjadilah pertempuran antara mereka berdua yang berakhir dengan terbunuhnya Jalut sebagaimana telah diceritakan dalam kisah sebelum ini.
Sebagai imbalan bagi jasa Dawud mengalahkan Jalut maka dijadikan menantu oleh Thalout dan dikawinkannya dengan puterinya yang bernama Mikyal, sesuai dengan janji yang telah diumumkan kepada pasukannya bahwa puterinya akan dikawinkan dengan orang yang dapat bertempur melawan Jalut dan mengalahkannya. Di samping ia dipungut sebagai menantu, Dawud diangkat pula oleh Raja Thalout sebagai penasihatnya dan orang kepercayaannya. Ia disayang, disanjung dan dihormati serta disegani bukan saja oleh mertuanya bahkan oleh seluruh rakyat Bani Isra'il yang melihatnya sebagai pahlawan bangsa yang telah berhasil mengangkat keturunan serta derajat Bani Isra'il di mata bangsa-bangsa sekelilingnya.
Suasana keakraban, saling sayang dan saling cinta yang meliputi hubungan sang menantu Dawud dengan sang mertua Thalout tidak dapat bertahan lama. Pada akhir waktunya Dawud merasa bahwa ada perubahan dalam sikap mertuanya terhadap dirinya. Muka manis yang biasa ia dapat dari mertuanya berbalik menjadi muram dan kaku, kata-katanya yang biasa didengar lemah-lembut berubah menjadi kata-kata yang kasar dan keras. Bertanya ia kepada diri sendiri gerangan apakah kiranya yang menyebabkan perubahan sikap yang mendadak itu ? Adakah hal-hal yang dilakukan yang dianggap oleh mertuanya kurang layak, sehingga menjadikan ia marah dan benci kepadanya ? Ataukah mungkin hati mertuanya termakan oleh hasutan dan fitnahan orang yang sengaja ingin merusakkan suasana harmoni dan damai di dalam rumah tangganya ? Bukankah ia seorang menantu yang setia dan taat kepada mertuanya yang telah memenuhi tugasnya dalam perang sebaik yang diharapkan ? dan bukankah ia selalu tetap bersedia mengorbankan jiwa raganya untuk membela dan mempertahankan kekekalan kerajaan mertuanya ?
Dawud tidak mendapat jawaban yang memuaskan atas pertanyaan-pertanyaan yang melintasi pikirannya itu. Ia kemudian kembali kepada dirinya sendiri dan berkata dalam hatinya mungkin apa yang ia lihat sebagai perubahan sikap dan perlakuan dari mertuanya itu hanya suatu dugaan dan prasangka belaka dari pihaknya dan kalau pun memang ada maka mungkin disebabkan oleh urusan-urusan dan masalah-masalah pribadi dari mertua yang tidak ada sangkut pautnya dengan dirinya sebagai menantu. Demikianlah dia mencoba menenangkan hati dan pikirannya yang masyangul yang berpikir selanjutnya tidak akan memperdulikan dan mengambil kisah tentang sikap dan tindak tanduk mertuanya lebih jauh.
Pada suatu malam gelap yang sunyi senyap, ketika ia berada di tempat tidur bersama isterinya Mikyal. Dawud berkata kepada isterinya: "Wahai Mikyal, entah benarkah aku atau salah dalam tanggapanku dan apakah khayal dan dugaan hatiku belaka atau sesuatu kenyataan apa yang aku lihat dalam sikap ayahmu terhadap diriku ? Aku melihat akhir-akhir ini ada perubahan sikap dari ayahmu terhadap diriku. Ia selalu menghadapi aku dengan muka muram dan kaku tidak seperti biasanya. Kata-katanya kepadaku tidak selemah lembut seperti dulu. Dari pancaran pandangannya kepadaku aku melihat tanda-tanda antipati dan benci kepadaku. Ia selalu menggelakkan diri dari duduk bersama aku bercakap-cakap dan berbincang-bincang sebagaimana dahulu ia lakukan bila ia melihatku berada di sekitarnya."
Mikyal menjawab seraya menghela nafas panjang dan mengusap air mata yang terjatuh di atas pipinya: "Wahai Dawud aku tidak akan menyembunyikan sesuatu dari padamu dan sesekali tidak akan merahasiakan hal-hal yang sepatutnya engkau ketahui. Sesungguhnya sejak ayahku melihat bahwa keturunanmu makin naik di mata rakyat dan namamu menjadi buah mulut yang disanjung-sanjung sebagai pahlawan dan penyelamat bangsa, ia merasa iri hati dan khawatir bila pengaruhmu di kalangan rakyat makin meluas dan kecintaan mereka kepadamu makin bertambah, hal itu akan dapat melemahkan kekuasaannya dan bahkan mungkin mengganggu kewibawaan kerajaannya. Ayahku walau ia seorang mukmin berilmu dan bukan dari keturunan Raja menikmati kehidupan yang mewah, menduduki yang empuk dan merasakan manisnya berkuasa. Orang mengiakan kata-katanya, melaksanakan segala perintahnya dan membungkukkan diri jika menghadapinya. Ia khawatir akan kehilangan itu semua dan kembali ke tanah ladangnya dan usaha ternaknya di desa. Karenanya ia tidak menyukai orang menonjol yang dihormati dan disegani rakyat apalagi dipuja-puja dan dianggapnya pahlawan bangsa seperti engkau. Ia khawatir bahwa engkau kadang-kadang dapat merenggut kedudukan dan mahkotanya dan menjadikan dia terpaksa kembali ke cara hidupnya yang lama sebagaimana tiap Raja meragukan kesetiaan tiap orang dan berburuk sangka terhadap tindakan-tindakan orang-orangnya bila ia belum mengerti apa yang dituju dengan tindakan-tindakan itu."
"Wahai Dawud", Mikyal meneruskan ceritanya, "Aku mengetahui bahwa ayahku sedang memikirkan suatu rencana untuk menyingkirkan engkau dan mengikis habis pengaruhmu di kalangan rakyat dan walaupun aku masih meragukan kebenaran berita itu, aku rasa tidak ada salahnya jika engkau dari sekarang berlaku waspada dan hati-hati terhadap kemungkinan terjadi hal-hal yang malang bagi dirimu. "Dawud merasa heran kata-kata isterinya itu lalu ia bertanya kepada dirinya sendiri dan kepada isterinya: "Mengapa terjadi hal yang sedemikian itu ? Mengapa kesetiaanku diragukan oleh ayah mu, padahal aku dengan jujur dan ikhlas hati berjuang di bawah benderanya, menegakkan kebenaran dan memerangi kebathilan serta mengusir musuh ayahmu, Thalout telah kemasukan godaan Iblis yang telah menghilangkan akal sehatnya serta mengaburkan jalan pikirannya ?" Kemudian tertidurlah Dawud selesai mengucapkan kata-kata itu.
Pada esok harinya Dawud terbangun oleh suara seorang pesuruh Raja yang menyampaikan panggilan dan perintah kepadanya untuk segera datang menghadap. Berkata sang raja kepada Dawud yang berdiri tegak di hadapannya: "Hai Dawud pikiranku belakangan ini sangat terganggu oleh sebuah berita yang memusingkan. Aku mendengar bahwa bangsa Kan'aan sedang menyusun kekuatannya dan mengerahkan rakyatnya untuk datang menyerang dan menyerbu daerah kita. Engkaulah harapan ku satu-satunya, hai Dawud yang akan dapat menangani urusan ini maka ambillah pedangmu dan siapkanlah peralatan perangmu pilihlah orang-orang yang engkau percayai di antara tentaramu dan pergilah serbu mereka di rumahnya sebelum mereka sempat datang kemari. Janganlah engkau kembali dari medan perang kecuali dengan membawa bendera kemenangan atau dengan jenazahmu dibawa di atas bahu orang-orangmu."
Thalout hendak menyusun dua tujuan sekaligus dengan siasatnya ini, ia handak menghancurkan musuh yang selalu mengancam negerinya dan bersamaan dengan itu mengusir Dawud dari atas buminya karena hampir dapat dipastikan pada dirinya bahwa Dawud tidak akan kembali selamat dan pulang hidup dari medan perang kali ini. Siasat yang mengandung niat jahat dan tipu daya Thalout itu bukan tidak diketahui oleh Dawud. Ia merasa ada maksud lain dalam perintah Thalout itu padanya, namun ia sebagai rakyat yang setia dan anggota tentara yang disiplin ia menerima dan melaksanakan perintah itu dengan sebaik-baiknya tanpa memperdulikan atau memperhitungkan akibat yang akan menimpa dirinya.
Dengan bertawakkal kepada Allah berserah diri kepada takdir-Nya dan berbekal iman dan takwa di dalam hatinya berangkatlah Dawud beserta pasukannya menuju daerah bangsa Kan'aan. Ia tidak luput dari lindungan Allah yang memang telah menyuratkan dalam takdir-Nya mengutuskan Dawud sebagai Nabi dan Rasul. Maka kembalilah Dawud ke kampung halamannya beserta pasukannya dengan membawa kemenangan. Kedatangan Dawud kembali dengan membawa kemenangan diterima oleh Thalout dengan senyum dan tanda gembira yang dipaksakan oleh dirinya. Ia berpura-pura menyambut Dawud dengan penghormatan yang besar dan puji-pujian yang berlebih-lebihan namun dalam dadanya makin menyala-nyala api dendam dan kebenciannya, apalagi disadarinya bahwa dengan berhasilnya Dawud menggondol kemenangan, pengaruhnya di mata rakyat makin naik dan makin dicintainyalah ia oleh Bani Isra'il sehingga di mana saja orang berkumpul tidak lain yang diperbincangkan hanyalah tentang diri Dawud, keberaniannya, kecakapannya memimpin pasukan dan kemahirannya menyusun strategi dengan sifat-sifat mana ia dapat mengalahkan bangsa Kan'aan dan membawa kembali ke rumah kemenangan yang menjadi kebanggaan seluruh bangsa.
Gagallah siasat Thalout menyingkirkan Dawud dengan meminjam tangan orang-orang Kan'aan. Ia kecewa tidak melihat jenazah Dawud diusung oleh orang-orangnya yang kembali dari medan perang sebagaimana yang ia harapkan dan ramalkan, tetapi ia melihat Dawud dalam keadaan segar dan bugar gagah perkasa berada di hadapan pasukannya menerima alu-aluan rakyat dan sorak-sorainya tanda cinta kasih sayang mereka kepadanya sebagai pahlawan bangsa yang tidak terkalahkan. Thalout yang dibayang rasa takut akan kehilangan kekuasaan melihat makin meluasnya pengaruh Dawud, terutama sejak kembalinya dari perang melawan bangsa Kan'aan, berpikir jalan satu-satunya yang akan menyelamatkan dia dari ancaman Dawud ialah membunuhnya secara langsung. Lalu diaturlah rencana pembunuhannya sedemikian cermatnya sehingga tidak akan menyeret namanya terbawa-bawa ke dalamnya. Mikyal, isteri Dawud yang dapat mencium rancangan jahat ayahnya itu, segera memberitahu kepada suaminya, agar ia segera menjauhkan diri dan meninggalkan kota secepat mungkin sebelum rancangan jahat itu sempat dilaksanakan. Maka keluarlah Dawud memenuhi anjuran isterinya yang setia itu meninggalkan kota diwaktu malam gelap dengan tiada membawa bekal kecuali iman di dada dan kepercayaan yang teguh yang akan inayahnya Allah dan rahmat-Nya.
Setelah berita menghilangnya Dawud dari istana Raja diketahui oleh umum, berbondong-bondonglah menyusul saudara-saudaranya, murid-muridnya dari para pengikutnya mencari jejaknya untuk menyampaikan kepadanya rasa setia kawan mereka serta menawarkan bantuan dan pertolongan yang mungkin diperlukannya. Mereka menemui Dawud sudah agak jauh dari kota, ia lagi istirahat seraya merenungkan nasib yang ia alami sebagai akibat dari perbuatan seorang hamba Allah yang tidak mengenal budi baik sesamanya dan yang selalu memperturutkan hawa nafsunya sekadar untuk mempertahankan kekuasaan duniawinya. Hamba Allah itu tidak sadar, pikir Dawud bahwa kenikmatan dan kekuasaan duniawi yang ia miliki adalah pemberian Allah yang sewaktu-waktu dapat dicabut-Nya kembali dari padanya.
Dawud Diangkat Menjadi Raja
Raja Thalout makin lama makin berkurang pengaruhnya dan merosot kewibawaannya sejak ia ditinggalkan oleh Dawud dan diketahui oleh rakyat rancangan jahatnya terhadap orang yang telah berjasa membawa kemenangan demi kemenangan bagi negara dan bangsanya. Dan sejauh perhargaan rakyat terhadap Thalout merosot, sejauh itu pula cinta kasih mereka kepada Dawud makin meningkat, sehingga banyak diantara mereka yang lari mengikuti Dawud dan menggabungkan diri ke dalam barisannya, hal mana menjadikan Thalout kehilangan akal dan tidak dapat menguasai dirinya. Ia lalu menjalankan siasat tangan besi, menghunus pedang dan membunuh siapa saja yang ia ragukan kesetiaannya, tidak terkecuali di antara korban-korbannya terdapat para ulama dan para pemuka rakyat. Thalout yang mengetahui bahwa Dawud yang merupakan satu-satunya saingan baginya masih hidup yang mungkin sekali akan menuntut balas atas pengkhianatan dan rancangan jahatnya, merasakan tidak dapat tidur nyenyak dan hidup tenteram di istananya sebelum ia melihatnya mati terbunuh. Karenanya ia mengambil keputusan untuk mengejar Dawud di mana pun ia berada, dengan sisa pasukan tentaranya yang sudah goyah disiplinnya dan kesetiaannya kepada Istana. Ia pikir harus cepat-cepat membinasakan Dawud dan para pengikutnya sebelum mereka menjadi kuat dan bertambah banyak pengikutnya.
Dawud beserta para pengikutnya pergi bersembunyi di sebuah tempat persembunyian tatkala mendengar bahwa Thalout dengan pasukannya sedang mengejarnya dan sedang berada Tidak jauh dari tempat persembunyiannya. Ia menyuruh beberapa orang dari para pengikutnya untuk melihat dan mengamati keberadaan Thalout yang sudah berada dekat dari tempat mereka bersembunyi. Mereka kembali memberitahukan kepada Dawud bahwa Thalout dan pasukannya sudah berada di sebuah lembah dekat dengan tempat mereka dan sedang tertidur semuanya dengan nyenyak. Mereka berseru kepada Dawud jangan menyia-nyiakan kesempatan yang baik ini untuk memberi pukulan yang memastikan kepada Thalout dan pasukannya. Anjuran mereka ditolak oleh Dawud dan untuk sementara merasa cukup sebagai peringatan pertama bagi Thalout menggunting saja sudut bajunya selagi ia nyenyak dalam tidurnya. Setelah Thalout terbangun dari tidurnya, dihampirilah ia oleh Dawud yang seraya menunjukkan potongan yang digunting dari sudut bajunya berkatalah ia kepadanya: "Lihatlah pakaian bajumu yang telah aku gunting sewaktu engkau tidur nyenyak. Sekiranya aku mau niscaya aku dengan mudah telah membunuhmu dan menceraikan kepalamu dari tubuhmu, namun aku masih ingin memberi kesempatan kepadamu untuk bertaubat dan ingat kepada Tuhan serta membersihkan hati dan pikiranmu dari sifat-sifat dengki, hasut dan buruk sangka yang engkau jadikan dalih untuk membunuh orang sesuka hatimu."
Thalout tidak dapat menyembunyikan rasa terkejutnya bercampur malu yang nampak jelas pada wajahnya yang pucat. Ia berkata menjawab Dawud : "Sungguh engkau adalah lebih adil dan lebih baik hati daripadaku. Engkau benar-benar telah menunjukkan jiwa besar dan perangai yang luhur. Aku harus mengakui hal itu." Peringatan yang diberikan oleh Dawud belum dapat menyedarkan Thalout. Hasratnya yang keras untuk mempertahankan kedudukannya yang sudah lapuk itu menjadikan ia lupa peringatan yang ia terima dari Dawud tatkala digunting sudut bajunya. Ia tetap melihat Dawud sebagai musuh yang akan menghancurkan kerajaannya dan mengambil alih mahkotanya. Ia merasa belum aman selama masih hidup dikelilingi oleh para pengikutnya yang makin lama makin membesar bilangannya. Ia enggan mengambil pelajaran dan peristiwa perguntingan bajunya dan mencoba sekali lagi membawa pasukannyanya mengejar dan mencari Dawud untuk menangkapnya hidup atau mati.
Sampailah berita pengejaran Thalout ke telinga Dawud buat kali keduanya, maka dikirimlah pengintai oleh Dawud untuk mengetahui dimana tempat pasukan Thalout bermukim. Di ketemukan sekali lagi mereka sedang berada di sebuah bukit tertidur dengan nyenyaknya karena payah kecapaian. Dengan melangkah beberapa anggota pasukan yang lagi tidur, sampailah Dawud di tempat Thalout yang lagi mendengkur dalam tidurnya, diambilnyalah anak panah yang tertancap di sebelah kanan kepala Thalout berserta sebuah kendi air yang terletak disebelah kirinya. Kemudian dari atas bukit berserulah Dawud sekeras suaranya kepada anggota pasukan Thalout agar mereka bangun dari tidurnya dan menjaga baik-baik keselamatan Rajanya yang nyaris terbunuh karena kelengahan mereka. Ia mengundang salah seorang dari anggota pasukan untuk datang mengambil kembali anak panah dan kendi air kepunyaan raja yang telah dicuri dari sisinya tanpa seorang pun dari mereka yang mengetahuinya.
Tindakan Dawud itu yang dimaksudkan sebagai peringatan kali kedua kepada Thalout bahwa pasukan pengawal yang besar yang mengelilinginya tidak akan dapat menyelamatkan nyawanya bila Allah menghendaki merenggutnya. Dawud memberi dua kali peringatan kepada Thalout bukan dengan kata-kata tetapi dengan perbuatan yang nyata yang menjadikan ia merasa ngeri membayangkan kesudahan hayatnya andaikan Dawud menuntut balas atas apa yang ia telah lakukan dan rancangkan untuk pembunuhannya.
Jiwa besar yang telah ditunjukkan oleh Dawud dalam kedua peristiwa itu telah sangat berkesan dalam lubuk hati Thalout. Ia terbangun dari lamunannya dan sadar bahwa ia telah jauh tersesat dalam sikapnya terhadap Dawud. Ia sadar bahwa nafsu angkara murka dan bisikan iblislah yang mendorongkan dia merencanakan pembunuhan atas diri Dawud yang tidak berdosa, yang setia kepada kerajaannya, yang berkali-kali mempertaruhkan jiwanya untuk kepentingan bangsa dan negerinya, tidak pernah berbuat kianat atau melalaikan tugas dan kewajibannya. Ia sadar bahwa ia telah berbuat dosa besar dengan pembunuhan yang telah dilakukan atas beberapa pemuka agama hanya karena buruk sangka yang tidak berdasar.
Thalout duduk seorang diri termenung membalik-balik lembaran sejarah hidupnya, sejak berada di desa bersama ayahnya, kemudian tanpa diduga dan disangka, berkat rahmat dan kurnia Allah diangkatlah ia menjadi raja Bani Isra'il dan bagaimana Tuhan telah mengutuskan Dawud untuk mendampinginya dan menjadi pembantunya yang setia dan komandan pasukannya yang gagah perkasa yang sepatutnya atas jasa-jasanya itu ia mendapat penghargaan yang setinggi-tingginya dan bukan sebagaimana ia telah lakukan yang telah merencanakan pembunuhannya dan mengejar-gejarnya setelah ia melarikan diri dari istana. Dan walaupun ia telah mengkhianati Dawud dengan rencana jahatnya, Dawud masih berkenan memberi ampun kepadanya dalam dua kesempatan di mana ia dengan mudah membunuhnya andaikan dia mau.
Membayangkan kejadian itu semunya menjadi sesaklah dada Thalout menyesalkan diri yang telah terjerumus oleh hawa nafsu dan godaan Iblis sehingga ia menyia-nyiakan kurnia dan rahmat Allah dengan tindakan-tindakan yang bahkan membawa dosa dan murka Allah. Maka untuk menebus dosa-dosanya dan bertaubat kepada Allah, Thalout akhirnya mengambil keputusan keluar dari kota melepaskan mahkotanya dan meninggalkan istananya beserta segala kebesaran dan kemegahannya lalu pergilah ia berkelana dan mengembara di atas bumi Allah sampai tiba saatnya ia mendapat panggilan meninggalkan dunia yang fana ini menuju alam yang baka. Setelah istana kerajaan Bani Isra'il ditinggalkan oleh Thalout yang pergi tanpa meninggalkan bekas, beramai-ramailah rakyat mengangkat dan menobatkan Dawud sebagai raja yang berkuasa.
Dawud beserta para pengikutnya pergi bersembunyi di sebuah tempat persembunyian tatkala mendengar bahwa Thalout dengan pasukannya sedang mengejarnya dan sedang berada Tidak jauh dari tempat persembunyiannya. Ia menyuruh beberapa orang dari para pengikutnya untuk melihat dan mengamati keberadaan Thalout yang sudah berada dekat dari tempat mereka bersembunyi. Mereka kembali memberitahukan kepada Dawud bahwa Thalout dan pasukannya sudah berada di sebuah lembah dekat dengan tempat mereka dan sedang tertidur semuanya dengan nyenyak. Mereka berseru kepada Dawud jangan menyia-nyiakan kesempatan yang baik ini untuk memberi pukulan yang memastikan kepada Thalout dan pasukannya. Anjuran mereka ditolak oleh Dawud dan untuk sementara merasa cukup sebagai peringatan pertama bagi Thalout menggunting saja sudut bajunya selagi ia nyenyak dalam tidurnya. Setelah Thalout terbangun dari tidurnya, dihampirilah ia oleh Dawud yang seraya menunjukkan potongan yang digunting dari sudut bajunya berkatalah ia kepadanya: "Lihatlah pakaian bajumu yang telah aku gunting sewaktu engkau tidur nyenyak. Sekiranya aku mau niscaya aku dengan mudah telah membunuhmu dan menceraikan kepalamu dari tubuhmu, namun aku masih ingin memberi kesempatan kepadamu untuk bertaubat dan ingat kepada Tuhan serta membersihkan hati dan pikiranmu dari sifat-sifat dengki, hasut dan buruk sangka yang engkau jadikan dalih untuk membunuh orang sesuka hatimu."
Thalout tidak dapat menyembunyikan rasa terkejutnya bercampur malu yang nampak jelas pada wajahnya yang pucat. Ia berkata menjawab Dawud : "Sungguh engkau adalah lebih adil dan lebih baik hati daripadaku. Engkau benar-benar telah menunjukkan jiwa besar dan perangai yang luhur. Aku harus mengakui hal itu." Peringatan yang diberikan oleh Dawud belum dapat menyedarkan Thalout. Hasratnya yang keras untuk mempertahankan kedudukannya yang sudah lapuk itu menjadikan ia lupa peringatan yang ia terima dari Dawud tatkala digunting sudut bajunya. Ia tetap melihat Dawud sebagai musuh yang akan menghancurkan kerajaannya dan mengambil alih mahkotanya. Ia merasa belum aman selama masih hidup dikelilingi oleh para pengikutnya yang makin lama makin membesar bilangannya. Ia enggan mengambil pelajaran dan peristiwa perguntingan bajunya dan mencoba sekali lagi membawa pasukannyanya mengejar dan mencari Dawud untuk menangkapnya hidup atau mati.
Sampailah berita pengejaran Thalout ke telinga Dawud buat kali keduanya, maka dikirimlah pengintai oleh Dawud untuk mengetahui dimana tempat pasukan Thalout bermukim. Di ketemukan sekali lagi mereka sedang berada di sebuah bukit tertidur dengan nyenyaknya karena payah kecapaian. Dengan melangkah beberapa anggota pasukan yang lagi tidur, sampailah Dawud di tempat Thalout yang lagi mendengkur dalam tidurnya, diambilnyalah anak panah yang tertancap di sebelah kanan kepala Thalout berserta sebuah kendi air yang terletak disebelah kirinya. Kemudian dari atas bukit berserulah Dawud sekeras suaranya kepada anggota pasukan Thalout agar mereka bangun dari tidurnya dan menjaga baik-baik keselamatan Rajanya yang nyaris terbunuh karena kelengahan mereka. Ia mengundang salah seorang dari anggota pasukan untuk datang mengambil kembali anak panah dan kendi air kepunyaan raja yang telah dicuri dari sisinya tanpa seorang pun dari mereka yang mengetahuinya.
Tindakan Dawud itu yang dimaksudkan sebagai peringatan kali kedua kepada Thalout bahwa pasukan pengawal yang besar yang mengelilinginya tidak akan dapat menyelamatkan nyawanya bila Allah menghendaki merenggutnya. Dawud memberi dua kali peringatan kepada Thalout bukan dengan kata-kata tetapi dengan perbuatan yang nyata yang menjadikan ia merasa ngeri membayangkan kesudahan hayatnya andaikan Dawud menuntut balas atas apa yang ia telah lakukan dan rancangkan untuk pembunuhannya.
Jiwa besar yang telah ditunjukkan oleh Dawud dalam kedua peristiwa itu telah sangat berkesan dalam lubuk hati Thalout. Ia terbangun dari lamunannya dan sadar bahwa ia telah jauh tersesat dalam sikapnya terhadap Dawud. Ia sadar bahwa nafsu angkara murka dan bisikan iblislah yang mendorongkan dia merencanakan pembunuhan atas diri Dawud yang tidak berdosa, yang setia kepada kerajaannya, yang berkali-kali mempertaruhkan jiwanya untuk kepentingan bangsa dan negerinya, tidak pernah berbuat kianat atau melalaikan tugas dan kewajibannya. Ia sadar bahwa ia telah berbuat dosa besar dengan pembunuhan yang telah dilakukan atas beberapa pemuka agama hanya karena buruk sangka yang tidak berdasar.
Thalout duduk seorang diri termenung membalik-balik lembaran sejarah hidupnya, sejak berada di desa bersama ayahnya, kemudian tanpa diduga dan disangka, berkat rahmat dan kurnia Allah diangkatlah ia menjadi raja Bani Isra'il dan bagaimana Tuhan telah mengutuskan Dawud untuk mendampinginya dan menjadi pembantunya yang setia dan komandan pasukannya yang gagah perkasa yang sepatutnya atas jasa-jasanya itu ia mendapat penghargaan yang setinggi-tingginya dan bukan sebagaimana ia telah lakukan yang telah merencanakan pembunuhannya dan mengejar-gejarnya setelah ia melarikan diri dari istana. Dan walaupun ia telah mengkhianati Dawud dengan rencana jahatnya, Dawud masih berkenan memberi ampun kepadanya dalam dua kesempatan di mana ia dengan mudah membunuhnya andaikan dia mau.
Membayangkan kejadian itu semunya menjadi sesaklah dada Thalout menyesalkan diri yang telah terjerumus oleh hawa nafsu dan godaan Iblis sehingga ia menyia-nyiakan kurnia dan rahmat Allah dengan tindakan-tindakan yang bahkan membawa dosa dan murka Allah. Maka untuk menebus dosa-dosanya dan bertaubat kepada Allah, Thalout akhirnya mengambil keputusan keluar dari kota melepaskan mahkotanya dan meninggalkan istananya beserta segala kebesaran dan kemegahannya lalu pergilah ia berkelana dan mengembara di atas bumi Allah sampai tiba saatnya ia mendapat panggilan meninggalkan dunia yang fana ini menuju alam yang baka. Setelah istana kerajaan Bani Isra'il ditinggalkan oleh Thalout yang pergi tanpa meninggalkan bekas, beramai-ramailah rakyat mengangkat dan menobatkan Dawud sebagai raja yang berkuasa.
Nabi Dawud mendapat Ujian
Dawud dapat menangani urusan pemerintahan dan kerajaan, mengadakan peraturan dan menentukan bagi dirinya hari-hari khusus untuk melakukan ibadah dan bermunajat kepada Allah, hari-hari untuk peradilan, hari-hari untuk berdakwah dan memberi penerangan kepada rakyat dan hari-hari menyelesaikan urusan-urusan pribadinya. Pada hari-hari yang ditentukan untuk beribadah dan mengurus urusan pribadi, ia tidak diperkenankan seorang pun menemuinya dan mengganggu dalam urusannya, sedang pada hari-hari yang ditentukan untuk peradilan maka ia menyiapkan diri untuk menerima segala laporan dan keluhan yang dikemukan oleh rakyatnya serta menyelesaikan segala pertikaian dan perkelahian yang terjadi diantara sesama mereka. Peraturan itu diikuti secara teliti dan diterapkan secara ketat oleh para pengawal dan petugas keamanan istana.
Pada suatu hari di mana ia harus menutup diri untuk beribadah datanglah dua orang lelaki meminta izin dari para pengawal untuk masuk untuk menemui raja. Izin tidak diberikan oleh para pengawal sesuai dengan ketentuan yang berlaku, namun lelaki itu memaksa kehendaknya dan melalui pagar yang dipanjat sampailah mereka ke dalam istana dan bertemu muka dengan Dawud. Dawud yang sedang melakukan ibadahnya terperanjat melihat kedua lelaki itu sudah berada di depannya, padahal ia yakin para penjaga pintu istana tidak akan dapat melepaskan siapa pun masuk istana menemuinya. Berkatalah kedua tamu yang tidak diundang itu ketika melihat wajah Dawud menjadi pucat tanda takut dan terkejut: "Janganlah terkejut dan janganlah takut. Kami berdua datang kemari untuk meminta keputusan yang adil dan benar mengenai perkara sengketa yang terjadi antara kami berdua."
Nabi Dawud tidak dapat berbuat selain dari pada menerima mereka yang sudah berada di depannya, kendatipun tidak melalui prosedur dan protokol yang sepatutnya. Berkatalah ia kepada mereka setelah pulih kembali ketenangannya dan hilang rasa paniknya: "Cobalah ceritakan kepadaku persoalanmu dalam keadaan yang sebenarnya." Berkata seorang dari pada kedua lelaki itu: "Saudaraku ini memiliki sembilan puluh sembilan ekor domba betina dan aku hanya memilki seekor sahaja. Ia menuntut dan mendesakku agar aku serahkan kepadanya dombaku yang seekor itu untuk melengkapi peternakannya menjadi genap seratus ekor. Ia membawa macam-macam alasan dan berbagai dalil yang sangat sukar bagiku untuk menolaknya, mengingatkan bahwa ia memang lebih hebat berdebat dan lebih pandai bertikam lidah daripadaku."
Nabi Daud berpaling muka kepada lelaki yang lain yang sedang seraya bertanya: "Benarkah apa yang telah diuraikan oleh saudara kamu ini?" "Benar" ,jawab lelaki itu. "Jika memang demikian halnya", kata Daud, dengan marah "maka engkau telah berbuat zalim kepada saudaramu ini dan memperkosakan hak miliknya dengan tuntutanmu itu. Aku tidak akan membiarkan engkau melanjutkan tindakanmu yang zalim itu atau engkau akan menghadapi hukuman pukulan pada wajah dan hidungmu. Dan memang banyak di antara orang-orang yang berserikat itu yang berbuat zalim satu terhadap yang lain kecuali mereka yang benar beriman dan beramal soleh."
"Wahai Daud", berkata lelaki itu menjawab, "sebenarnya engkaulah yang sepatut menerima hukuman yang engkau ancamkan kepadaku itu. Bukankah engkau sudah mempunyai sembilan puluh sembilan perempuan mengapa engkau masih ingin menyunting lagi seorang gadis yang sudah lama bertunangan dengan seorang pemuda anggota tentaramu sendiri yang setia dan bakti dan sudah lama mereka berdua saling cinta dan mengikat janji." Nabi Dawud tercengang mendengar jawaban lelaki yang berani, tegas dan pedas itu dan sekali lagi ia memikirkan ke mana sasaran dan tujuan kata-kata itu, sekonyong-konyong lenyaplah menghilang dari pandangannya kedua susuk tubuh kedua lelaki itu. Nabi Dawud berdiam diri tidak mengubah sikap duduknya dan seraya termenung sadarlah ia bahwa kedua lelaki itu adalah Malaikat yang diutuskan oleh Allah untuk memberi peringatan dan teguran kepadanya. Ia seraya bersujud memohon ampun dan maghfirah dari Tuhan atas segala tindakan dan perbuatan yang tidak diridhai oleh-Nya. Allah menyatakan menerima taubat Dawud, mengampuni dosanya serta mengangkatnya ke tingkat para Nabi dan Rasul-Nya.
Adapun gadis yang dimaksudkan dalam percakapan Dawud dengan kedua Malaikat yang menyerupai sebagai manusia itu ialah "Sabigh binti Sya'igh seorang gadis yang berparas elok dan cantik, sedang calon suaminya adalah "Uria bin Hannan" seorang pemuda jejaka yang sudah lama menaruh cinta dan mengikat janji dengan gadis tersebut bahwa sekembalinya dari medan perang mereka berdua akan melangsungkan perkhawinan dan hidup sebagai suami isteri yang bahagia. Pemuda itu telah secara resmi meminang Sabigh dari kedua orang tuanya, yang dengan senang hati telah menerima baik uluran tangan pemuda itu.
Pada suatu hari di mana ia harus menutup diri untuk beribadah datanglah dua orang lelaki meminta izin dari para pengawal untuk masuk untuk menemui raja. Izin tidak diberikan oleh para pengawal sesuai dengan ketentuan yang berlaku, namun lelaki itu memaksa kehendaknya dan melalui pagar yang dipanjat sampailah mereka ke dalam istana dan bertemu muka dengan Dawud. Dawud yang sedang melakukan ibadahnya terperanjat melihat kedua lelaki itu sudah berada di depannya, padahal ia yakin para penjaga pintu istana tidak akan dapat melepaskan siapa pun masuk istana menemuinya. Berkatalah kedua tamu yang tidak diundang itu ketika melihat wajah Dawud menjadi pucat tanda takut dan terkejut: "Janganlah terkejut dan janganlah takut. Kami berdua datang kemari untuk meminta keputusan yang adil dan benar mengenai perkara sengketa yang terjadi antara kami berdua."
Nabi Dawud tidak dapat berbuat selain dari pada menerima mereka yang sudah berada di depannya, kendatipun tidak melalui prosedur dan protokol yang sepatutnya. Berkatalah ia kepada mereka setelah pulih kembali ketenangannya dan hilang rasa paniknya: "Cobalah ceritakan kepadaku persoalanmu dalam keadaan yang sebenarnya." Berkata seorang dari pada kedua lelaki itu: "Saudaraku ini memiliki sembilan puluh sembilan ekor domba betina dan aku hanya memilki seekor sahaja. Ia menuntut dan mendesakku agar aku serahkan kepadanya dombaku yang seekor itu untuk melengkapi peternakannya menjadi genap seratus ekor. Ia membawa macam-macam alasan dan berbagai dalil yang sangat sukar bagiku untuk menolaknya, mengingatkan bahwa ia memang lebih hebat berdebat dan lebih pandai bertikam lidah daripadaku."
Nabi Daud berpaling muka kepada lelaki yang lain yang sedang seraya bertanya: "Benarkah apa yang telah diuraikan oleh saudara kamu ini?" "Benar" ,jawab lelaki itu. "Jika memang demikian halnya", kata Daud, dengan marah "maka engkau telah berbuat zalim kepada saudaramu ini dan memperkosakan hak miliknya dengan tuntutanmu itu. Aku tidak akan membiarkan engkau melanjutkan tindakanmu yang zalim itu atau engkau akan menghadapi hukuman pukulan pada wajah dan hidungmu. Dan memang banyak di antara orang-orang yang berserikat itu yang berbuat zalim satu terhadap yang lain kecuali mereka yang benar beriman dan beramal soleh."
"Wahai Daud", berkata lelaki itu menjawab, "sebenarnya engkaulah yang sepatut menerima hukuman yang engkau ancamkan kepadaku itu. Bukankah engkau sudah mempunyai sembilan puluh sembilan perempuan mengapa engkau masih ingin menyunting lagi seorang gadis yang sudah lama bertunangan dengan seorang pemuda anggota tentaramu sendiri yang setia dan bakti dan sudah lama mereka berdua saling cinta dan mengikat janji." Nabi Dawud tercengang mendengar jawaban lelaki yang berani, tegas dan pedas itu dan sekali lagi ia memikirkan ke mana sasaran dan tujuan kata-kata itu, sekonyong-konyong lenyaplah menghilang dari pandangannya kedua susuk tubuh kedua lelaki itu. Nabi Dawud berdiam diri tidak mengubah sikap duduknya dan seraya termenung sadarlah ia bahwa kedua lelaki itu adalah Malaikat yang diutuskan oleh Allah untuk memberi peringatan dan teguran kepadanya. Ia seraya bersujud memohon ampun dan maghfirah dari Tuhan atas segala tindakan dan perbuatan yang tidak diridhai oleh-Nya. Allah menyatakan menerima taubat Dawud, mengampuni dosanya serta mengangkatnya ke tingkat para Nabi dan Rasul-Nya.
Adapun gadis yang dimaksudkan dalam percakapan Dawud dengan kedua Malaikat yang menyerupai sebagai manusia itu ialah "Sabigh binti Sya'igh seorang gadis yang berparas elok dan cantik, sedang calon suaminya adalah "Uria bin Hannan" seorang pemuda jejaka yang sudah lama menaruh cinta dan mengikat janji dengan gadis tersebut bahwa sekembalinya dari medan perang mereka berdua akan melangsungkan perkhawinan dan hidup sebagai suami isteri yang bahagia. Pemuda itu telah secara resmi meminang Sabigh dari kedua orang tuanya, yang dengan senang hati telah menerima baik uluran tangan pemuda itu.
Hari Sabtu Bani Isra'il
Di antara ajaran-ajaran Nabi Musa AS kepada Bani Isra'il ialah bahwa mereka mewajibkan untuk mengkhususkan satu hari pada tiap minggu bagi melakukan ibadah kepada Allah mensucikan hati dan pikiran mereka dengan berdzikir, bertahmid dan bersyukur atas segala kurnia dan nikmat Tuhan, bersholat dan melakukan perbuatan-perbuatan yang baik serta amal-amal sholeh. Diharamkan bagi mereka pada hari yang ditentukan itu untuk berdagang dan melaksanakan hal-hal yang bersifat duniawi. Pada mulanya hari Jumaatlah yang ditunjuk sebagai hari keramat dan hari ibadah itu, akan tetapi mereka meminta dari Nabi Musa agar hari ibadah itu dijatuhkan pada setiap hari Sabtu, mengingatkan bahwa pada hari itu Allah selesai menciptakan makhluk-Nya. Usul perubahan yang mereka ajukan itu diterima oleh Nabi Musa, maka sejak itu, hari Sabtu pada setiap minggu dijadikan hari mulia dan suci, di mana mereka tidak melakukan perdagangan dan mengusahakan urusan-urusan duniawi. Mereka hanya tekun beribadah dan berbuat amal-amal kebajikan yang diperintahkan oleh agama. Demikianlah hari berganti hari, bulan berganti bulan dan tahun berganti tahun namun adat kebiasaan mensucikan hari Sabtu tetap dipertahankan turun temurun dan generasi demi generasi.
Pada masa Nabi Dawud berkuasa di suatu desa bernama "Ailat" satu diantara beberapa desa yang terletak di tepi Laut Merah bermukim sekelompok kaum dari keturunan Bani Isra'il yang sumber percariannya adalah dari penangkapan ikan, perdagangan dan pertukangan yang dilakukannya setiap hari kecuali hari Sabtu. Sebagai akibat dari perintah mensucikan hari Sabtu di mana tiada seorang malakukan urusan dagangan atau penangkapan ikan, maka pasar-pasar dan tempat-tempat perniagaan di desa itu menjadi sunyi senyap pada tiap hari dan malam sabtu, sehingga ikan-ikan di laut tampak terapung-apung di atas permukaan air, bebas berpesta ria mengelilingi dua buah batu besar berwarna putih terletak ditepi laut dekat desa Ailat. Ikan-ikan itu seolah-olah sudah terbiasa bahwa pada tiap malam dan hari Sabtu terasa aman bermunculan di atas permukaan air tanpa mendapat gangguan dari para nelayan tetapi begitu matahari terbenam pada Sabtu senja menghilanglah ikan-ikan itu kembali ke perut dan dasar laut sesuai dengan naluri yang dimiliki oleh tiap binatang makhluk Allah.
Para nelayan desa Ailat yang pada hari-hari biasa tidak pernah melihat ikan begitu banyak terapung-apung di atas permukaan air, bahkan sukar mendapat menangkap ikan sebanyak yang diharapkan, menganggap adalah kesempatan yang baik dan menguntungkan sekali bila mereka melakukan penangkapan ikan pada tiap malam dan hari Sabtu. Pikiran itu tidak disia-siakan dan tanpa menghiraukan perintah agama dan adat kebiasaan yang sudah berlaku sejak Nabi Musa memerintahkannya, pergilah mereka ramai-ramai ke pantai menangkap ikan di malam dan hari yang terlarang itu, sehingga berhasillah mereka menangkap ikan sepuas hati mereka dan sebanyak yang mereka harapkan, Berbeda jauh dengan hasil mereka di hari-hari biasa.
Para penganut yang setia dan para mukmin yang sholeh datang menegur para orang fasiq yang telah berani melanggar kesucian hari Sabtu. Mereka diberi nasihat dan peringatan agar menghentikan perbuatan mungkar mereka dan kembali mentaati perintah agama serta menjauhkan diri dari semua larangannya, supaya menghindari murka Allah yang dapat mencabut kurnia dan nikmat yang telah diberikan kepada mereka. Nasihat dan peringatan para mukmin itu tidak dihiraukan oleh para nelayan yang membangkang itu bahkan mereka makin giat melakukan pelanggaran secara demonstratif karena sayang akan kehilangan keuntungan material yang besar yang mereka peroleh dan penangkapan ikan di hari-hari yang suci. Akhirnya pemuka-pemuka agama terpaksa mengasingkan mereka dari pergaulan dan melarangnya masuk ke dalam kota dengan menggunakan senjata kalau perlu.
Berkata para nelayan pembangkang itu memprotes: "sesungguhnya kota Ailat adalah kota dan tempat tinggal kami bersama kami mempunyai hak yang sama seperti kamu untuk tinggal menetap di sini dan sesekali kamu tidak berhak melarang kami memasuki kota kami ini serta melarang kami menggali sumber-sumber kekayaan yang terdapat di sini bagi kepentingan hidup kami. Kami tidak akan meninggalkan kota kami ini dan pergi pindah ke tempat lain. Dan jika engkau enggan bergaul dengan kami maka sebaiknya kota Ailat ini di bagi menjadi dua bahagian dipisah oleh sebuah tembok pemisah, sehingga masing-masing pihak bebas berbuat dan melaksanakan usahanya tanpa diganggu oleh mana-mana pihak lain."
Dengan adanya garis pemisah antara para nelayan pembangkang yang fasiq dan pemeluk-pemeluk agama yang taat bebaslah mereka melaksanakan usaha penangkapan ikan semahu hatinya secara besar-besaran pada tiap-tiap hari tanpa berkecuali. Mereka membina saluran-saluran air bagi mengalirkan air laut ke dekat rumah-rumah mereka dengan mengadakan bendungan-bendungan yang mencegahkan kembalinya ikan-ikan ke laut bila matahari terbenam pada setiap petang Sabtu pada waktu mana biasanya ikan-ikan yang terapung-apung itu meluncur kembali ke dasar laut. Para nelayan yang makin menjadi kaya karena keuntungan besar yang mereka peroleh dari hasil penangkapan ikan yang bebas menjadi makin berani melakukan maksiat dan pelanggaran perintah-perintah agama yang menjurus kepada kerusakkan akhlak dan moral mereka.
Sementara para pemuka agama yang melihat para nelayan itu makin berani melanggar perintah Allah dan melakukan kemungkaran dan kemaksiatan di daerah mereka sendiri masih rajin mendatangi mereka dari masa ke semasa memperingatkan mereka dan memberi nasihat , kalau-kalau masih dapat ditarik ke jalan yang benar dan bertaubat dari perbuatan maksiat mereka. Akan tetapi kekayaan yang mereka peroleh dari hasil penangkapan yang berganda menjadikan mata mereka buta untuk melihat cahaya kebenaran, telinga mereka pekak untuk mendengar nasihat-nasihat para pemuka agama dan lubuk hati mereka tersumbat oleh nafsu kemaksiatan dan kefasiqan, sehingga menjadikan sebahagian dari pemuka dan penganjur agama itu berputus asa dan berkata kepada sebahagian yang masih menaruh harapan: "Mengapa kamu masih menasihati orang-orang yang akan dibinasakan oleh Allah dan akan ditimpahi hati orang-orang yang akan dibinasakan oleh Allah dan akan ditimpahi azab yang sangat keras."
Demikianlah pula Nabi Dawud setelah melihat bahwa segala nasihat dan peringatan kepada kaumnya hanya dianggap sebagai angin lalu atau seakan suara di padang pasir belaka dan melihat tiada harapan lagi bahwa mereka akan sedar dan insaf kembali maka berdoalah beliau memohon kepada Allah agar mengganjar mereka dengan siksaan dan azab yang setimpal. Doa Nabi Dawud dikabulkan oleh Allah dan terjadilah suatu gempa bumi yang dahsyat yang membinasakan orang-orang yang telah membangkang dan berlaku zalim terhadap diri mereka sendiri dengan mengabaikan perintah Allah dan perintah para hamba-Nya yang sholeh. Sementara mereka yang mukmin dan sholeh mendapat perlindungan Allah dan terhindarlah dari malapetaka yang melanda itu.
Pada masa Nabi Dawud berkuasa di suatu desa bernama "Ailat" satu diantara beberapa desa yang terletak di tepi Laut Merah bermukim sekelompok kaum dari keturunan Bani Isra'il yang sumber percariannya adalah dari penangkapan ikan, perdagangan dan pertukangan yang dilakukannya setiap hari kecuali hari Sabtu. Sebagai akibat dari perintah mensucikan hari Sabtu di mana tiada seorang malakukan urusan dagangan atau penangkapan ikan, maka pasar-pasar dan tempat-tempat perniagaan di desa itu menjadi sunyi senyap pada tiap hari dan malam sabtu, sehingga ikan-ikan di laut tampak terapung-apung di atas permukaan air, bebas berpesta ria mengelilingi dua buah batu besar berwarna putih terletak ditepi laut dekat desa Ailat. Ikan-ikan itu seolah-olah sudah terbiasa bahwa pada tiap malam dan hari Sabtu terasa aman bermunculan di atas permukaan air tanpa mendapat gangguan dari para nelayan tetapi begitu matahari terbenam pada Sabtu senja menghilanglah ikan-ikan itu kembali ke perut dan dasar laut sesuai dengan naluri yang dimiliki oleh tiap binatang makhluk Allah.
Para nelayan desa Ailat yang pada hari-hari biasa tidak pernah melihat ikan begitu banyak terapung-apung di atas permukaan air, bahkan sukar mendapat menangkap ikan sebanyak yang diharapkan, menganggap adalah kesempatan yang baik dan menguntungkan sekali bila mereka melakukan penangkapan ikan pada tiap malam dan hari Sabtu. Pikiran itu tidak disia-siakan dan tanpa menghiraukan perintah agama dan adat kebiasaan yang sudah berlaku sejak Nabi Musa memerintahkannya, pergilah mereka ramai-ramai ke pantai menangkap ikan di malam dan hari yang terlarang itu, sehingga berhasillah mereka menangkap ikan sepuas hati mereka dan sebanyak yang mereka harapkan, Berbeda jauh dengan hasil mereka di hari-hari biasa.
Para penganut yang setia dan para mukmin yang sholeh datang menegur para orang fasiq yang telah berani melanggar kesucian hari Sabtu. Mereka diberi nasihat dan peringatan agar menghentikan perbuatan mungkar mereka dan kembali mentaati perintah agama serta menjauhkan diri dari semua larangannya, supaya menghindari murka Allah yang dapat mencabut kurnia dan nikmat yang telah diberikan kepada mereka. Nasihat dan peringatan para mukmin itu tidak dihiraukan oleh para nelayan yang membangkang itu bahkan mereka makin giat melakukan pelanggaran secara demonstratif karena sayang akan kehilangan keuntungan material yang besar yang mereka peroleh dan penangkapan ikan di hari-hari yang suci. Akhirnya pemuka-pemuka agama terpaksa mengasingkan mereka dari pergaulan dan melarangnya masuk ke dalam kota dengan menggunakan senjata kalau perlu.
Berkata para nelayan pembangkang itu memprotes: "sesungguhnya kota Ailat adalah kota dan tempat tinggal kami bersama kami mempunyai hak yang sama seperti kamu untuk tinggal menetap di sini dan sesekali kamu tidak berhak melarang kami memasuki kota kami ini serta melarang kami menggali sumber-sumber kekayaan yang terdapat di sini bagi kepentingan hidup kami. Kami tidak akan meninggalkan kota kami ini dan pergi pindah ke tempat lain. Dan jika engkau enggan bergaul dengan kami maka sebaiknya kota Ailat ini di bagi menjadi dua bahagian dipisah oleh sebuah tembok pemisah, sehingga masing-masing pihak bebas berbuat dan melaksanakan usahanya tanpa diganggu oleh mana-mana pihak lain."
Dengan adanya garis pemisah antara para nelayan pembangkang yang fasiq dan pemeluk-pemeluk agama yang taat bebaslah mereka melaksanakan usaha penangkapan ikan semahu hatinya secara besar-besaran pada tiap-tiap hari tanpa berkecuali. Mereka membina saluran-saluran air bagi mengalirkan air laut ke dekat rumah-rumah mereka dengan mengadakan bendungan-bendungan yang mencegahkan kembalinya ikan-ikan ke laut bila matahari terbenam pada setiap petang Sabtu pada waktu mana biasanya ikan-ikan yang terapung-apung itu meluncur kembali ke dasar laut. Para nelayan yang makin menjadi kaya karena keuntungan besar yang mereka peroleh dari hasil penangkapan ikan yang bebas menjadi makin berani melakukan maksiat dan pelanggaran perintah-perintah agama yang menjurus kepada kerusakkan akhlak dan moral mereka.
Sementara para pemuka agama yang melihat para nelayan itu makin berani melanggar perintah Allah dan melakukan kemungkaran dan kemaksiatan di daerah mereka sendiri masih rajin mendatangi mereka dari masa ke semasa memperingatkan mereka dan memberi nasihat , kalau-kalau masih dapat ditarik ke jalan yang benar dan bertaubat dari perbuatan maksiat mereka. Akan tetapi kekayaan yang mereka peroleh dari hasil penangkapan yang berganda menjadikan mata mereka buta untuk melihat cahaya kebenaran, telinga mereka pekak untuk mendengar nasihat-nasihat para pemuka agama dan lubuk hati mereka tersumbat oleh nafsu kemaksiatan dan kefasiqan, sehingga menjadikan sebahagian dari pemuka dan penganjur agama itu berputus asa dan berkata kepada sebahagian yang masih menaruh harapan: "Mengapa kamu masih menasihati orang-orang yang akan dibinasakan oleh Allah dan akan ditimpahi hati orang-orang yang akan dibinasakan oleh Allah dan akan ditimpahi azab yang sangat keras."
Demikianlah pula Nabi Dawud setelah melihat bahwa segala nasihat dan peringatan kepada kaumnya hanya dianggap sebagai angin lalu atau seakan suara di padang pasir belaka dan melihat tiada harapan lagi bahwa mereka akan sedar dan insaf kembali maka berdoalah beliau memohon kepada Allah agar mengganjar mereka dengan siksaan dan azab yang setimpal. Doa Nabi Dawud dikabulkan oleh Allah dan terjadilah suatu gempa bumi yang dahsyat yang membinasakan orang-orang yang telah membangkang dan berlaku zalim terhadap diri mereka sendiri dengan mengabaikan perintah Allah dan perintah para hamba-Nya yang sholeh. Sementara mereka yang mukmin dan sholeh mendapat perlindungan Allah dan terhindarlah dari malapetaka yang melanda itu.
Beberapa Karunia Allah Kepada Nabi Dawud
Allah mengutusnya sebagai Nabi dan Rasul mengaruniainya nikmat, kesempurnaan ilmu, ketelitian amal perbuatan serta kebijaksanaan dalam menyelesaikan perselisihan. Kepadanya diturunkan kitab "Zabur", kitab suci yang menghimpunkan qasidah-qasidah da sajak-sajak serta lagu-lagu yang mengandung tasbih dan pujian-pujian kepada Allah, kisah umat-umat yang dahulu dan berita Nabi-Nabi yang akan datang, di antaranya berita tentang datangnya Nabi Muhammad SAW. Allah menundukkan gunung-gunung dan memerintahkannya bertasbih mengikuti tasbih Nabi Dawud tiap pagi dan senja. Burung-Burung pun turut bertasbih mengikuti tasbih Nabi Dawud berulang-ulang. Nabi Dawud diberi peringatan tentang maksud suara atau bahasa burung-burung. Allah telah memberinya kekuatan melunakkan besi, sehingga ia dapat membuat baju-baju dan lingkaran-lingkaran besi dengan tangannya tanpa pertolongan api. Nabi Dawud telah diberikannya kesempatan menjadi Raja memimpin kerajaan yang kuat yang tidak dapat dikalahkan oleh musuh, bahkan sebaliknya ia selalu memperoleh kemenangan di atas semua musuhnya. Nabi Dawud dikaruniakan suara yang merdu oleh Allah yang enak didengar sehingga kini ia menjadi kiasan bila seseorang bersuara merdu dikatakan bahawa ia memperolehi suara Nabi Dawud. Sekian Kisah Nabi Dawud semoga dapat menjadi pelajaran bagi kita semua.
0 komentar:
Posting Komentar