Kita awali pertemuan pagi hari ini dengan tiga ayat yang berbicara terkait perang Hunain. Kenapa kita awali pertemuan ini dengan ayat-ayat alquran? Karena disaat kita berkumpul di salah satu rumah Allah kemudian membaca dan mempelajari ayat-ayat Allah, melainkan Allah akan menurunkan rahmat-Nya. Sebab Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam pernah bersabda:
وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللهِ، يَتْلُونَ كِتَابَ اللهِ، وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ، إِلَّا نَزَلَتْ عَلَيْهِمِ السَّكِينَةُ، وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ وَحَفَّتْهُمُ الْمَلَائِكَةُ، وَذَكَرَهُمُ اللهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ
“Tidaklah suatu kaum berkumpul di salah satu rumah Allah (masjid), mereka membaca kitab Allah dan bersama-sama mempelajari isinya, melainkan akan turun ketenangan ke dalam jiwa mereka, mereka diliputi oleh rahmat, dikelilingi oleh para malaikat dan nama-nama mereka disebutkan Allah di hadapan para malaikat yang berada di sisi-Nya.” (HR. Muslim, Abu Dawud, Ibnu Majah dan Ahmad)
Ayat-ayat yang terkait perang Hunain itu adalah firman Allah Ta’ala:
لَقَدْ نَصَرَكُمُ اللّهُ فِي مَوَاطِنَ كَثِيرَةٍ وَيَوْمَ حُنَيْنٍ إِذْ أَعْجَبَتْكُمْ كَثْرَتُكُمْ فَلَمْ تُغْنِ عَنكُمْ شَيْئاً وَضَاقَتْ عَلَيْكُمُ الأَرْضُ بِمَا رَحُبَتْ ثُمَّ وَلَّيْتُم مُّدْبِرِينَ{25} ثُمَّ أَنَزلَ اللّهُ سَكِينَتَهُ عَلَى رَسُولِهِ وَعَلَى الْمُؤْمِنِينَ وَأَنزَلَ جُنُوداً لَّمْ تَرَوْهَا وَعذَّبَ الَّذِينَ كَفَرُواْ وَذَلِكَ جَزَاء الْكَافِرِينَ{26} ثُمَّ يَتُوبُ اللّهُ مِن بَعْدِ ذَلِكَ عَلَى مَن يَشَاءُ وَاللّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ{27}
“Sesungguhnya Allah telah menolong kamu (hai para mukminin) di medan peperangan yang banyak, dan (Ingatlah) peperangan Hunain, yaitu diwaktu kamu menjadi congkak karena banyaknya jumlah (mu), maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat kepadamu sedikitpun, dan bumi yang luas itu telah terasa sempit olehmu, kemudian kamu lari ke belakang dengan bercerai-berai. Kemudian Allah menurunkan ketenangan kepada RasulNya dan kepada orang-orang yang beriman, dan Allah menurunkan bala tentara yang kamu tiada melihatnya, dan Allah menimpakan bencana kepada orang-orang yang kafir, dan demikianlah pembalasan kepada orang-orang yang kafir. Sesudah itu Allah menerima taubat dari orang-orang yang dikehendakiNya. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (At Taubah: 25-27)
Diantara tujuan mengkaji sirah nabawiyah adalah untuk mengambil pelajaran-pelajaran penting dalam perjalanan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam dan para sahabatnya Ridhwanullah Alaihim. Diantara sirah nabi tersebut adalah perang Hunain.
Perang Hunain terjadi pada tanggal 6 Syawwal tahun 8 Hijriyah. Perlu tidak kita mengetahui tanggal, bulan atau tahun terjadinya perang tersebut? Perlu kita mengetahuinya, sehingga kita bisa menghitung perang apa saja yang dipimpin oleh Rasulullah dan sampai tahun berapa beliau wafat, dan setelah itu perang-perang yang dipimpin oleh para sahabat.
Sebelum perang Hunain ada peristiwa besar yang dikenal dengan penaklukan kota Makkah. Jatuhnya kota Makkah ke tangan kaum Muslimin menunjukkan telah berakhirnya dominasi kaum kafir Quraisy atas wilayah itu selama berabad-abad. Meskipun demikian, posisi kota Makkah belum dikatakan aman secara geografis, karena beberapa kabilah yang memusuhi Rasulullah masih bercokol di kawasan selatan Makkah. Itulah kabilah-kabilah yang pernah menolak ajakan Rasulullah (dalam thalab an-nushrah) ketika beliau masih berdakwah di kota Makkah. Kabilah-kabilah tersebut pernah menolak seruan Nabi dan mengusir beliau dengan cara yang amat keji. Berita kemenangan yang diperoleh Rasulullah dan kaum Muslimin tampaknya tidak menyenangkan para pemuka kabilah yang berada di sekitar Makkah, yang masih musyrik. Kekhawatiran mereka terhadap pertumbuhan kekuatan kaum Muslimin bukan lagi sekadar ilusi, melainkan kenyataan yang harus mereka hadapi.
Bangsa ‘Arab mulai tunduk kepada Islam, dan mereka berduyun-duyun masuk ke dalamnya. Suku Hawazin yang mendengar peristiwa itu, merasa khawatir jika Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam akan mengerahkan pasukan kepada mereka. Mereka pun bersatu untuk menyerang beliau. Peristiwa ini pun meletus di Hunain, sebuah lembah yang terletak antara Makkah dan Thaif, pada bulan Syawwal tahun ke-8 Hijriyah.
Salah seorang tokoh Hawazin, yakni Malik bin Auf an-Nashari, berhasil memprovokasi beberapa kabilah lainnya, dan bersiap-siap menghadapi pasukan kaum Muslim dengan mengumpulkan kekuatan yang sangat besar di daerah Authas (terletak antara Makkah dan Thaif).
Kaum Hawazin adalah kekuatan terbesar setelah kaum Quraisy. Kaum Hawazin dan Quraisy saling berlomba dalam hal kekuatan. Hawazin tidak tunduk kepada sesuatu, yaitu Islam yang Quraisy telah takluk padanya. Hawazin ingin menjadi kekuatan yang utama dengan mencoba mencabut Islam dari akarnya.
Maka kemudian, di bawah pimpinan Malik bin Auf An-Nashary, salah seorang tokoh Hawazin, mereka menghimpun kekuatan dimana bergabung bersamanya seluruh Bani Tsaqif, Bani Nashr, Bani Jusyam, juga Said bin Bakr. Said bin Abi Bakr ini adalah kabilah dimana Rasulullah pernah disusui. Sedangkan Bani Ka’ab dan Bani Kilab menentang Kaum Hawazin dan bergabung bersama Rasulullah.
Mereka disertai pula seorang bernama Duraid bin Ash-Shammah, pemimpin dan orang termuka di kalangan Bani Jutsam. Dia dikenal sebagai seorang tua yang pemberani dan berpengalaman. Usianya saat itu sudah 120 tahun, bahkan ada yang mengatakan lebih. Dia juga buta sehingga dia hanya dimintai pendapat dan pengetauhuannya saja mengenai perang. Adapun panglima kaum Tsaqif saat itu adalah Kinanah bin ‘Abdu Yalil –yang dikemudian hari memeluk Islam –.
Persiapan dan Kekuatan Musuh
Malik bin Auf, panglima perang, memerintahkan agar segala sesuatu dibawa saat perang seperti seluruh harta kekayaan, binatang ternak, kaum wanita dan anak-anak mereka dengan harapan agar pasukannya tetap tegar dan tidak lari meninggalkan medan perang.
Ketika hal ini didengar oleh Duraid, dia bertanya kepada Malik: ”Ada apa ini, saya mendengar suara anak-anak, kaum wanita, dan binatang ternak dalam pasukanmu?”
Kata Malik: ”Saya ingin menempatkan di belakang setiap laki-laki ada anak, istri, dan harta mereka agar dia berperang mempertahankannya.”
Duraid berkata mencemooh: ”(Itulah) penggembala kambing, demi Allah. Bukan untuk perang. Apakah itu akan dapat membela orang yang kalah? Sungguh, kalau kau menang itu semua tidak berguna bagimu selain laki-laki dan senjata. Kalau kau kalah, berarti kau telah mempermalukan keluarga dan hartamu”. Akan tetapi, Malik tidak menerima sarannya dan tetap menjalankan rencananya.
Akhirnya mereka pun berangkat membawa serta puluhan ribu ekor unta. Malik memerintahkan agar kaum wanita dan anak-anak diletakkan di atas unta-unta tersebut. Dengan cara ini, Malik sudah menjatuhkan mental lawan yang melihatnya karena mereka akan mengira di belakangnya ada ratusan ribu pasukan. Taktik ini adalah salah satu sebab kemenangan Hawazin pada awal pertempuran.
Malik membawa pasukannya hingga tiba di lembah Hunain. Daerah ini sudah sangat dikenal oleh Malik sehingga dia dengan mudah menempatkan pasukannya untuk memusnahkan kaum muslimin dengan sekali serangan.
Malik mulai membagi pasukannya. Lembah dan bukit-bukit di sekitarnya menjadi tempat persembunyian dan jebakan yang sangat kuat. Apabila lawan terpancing masuk ke perut lembah, maka pasukannya yang ada di kanan kiri bukit akan menghujani mereka dengan panah dan batu. Apalagi prajurit Hawazin terkenal ahli panah dan tombak.
Jumlah orang yang terhimpun dari Bani Sa’ad dan Tsaqif ada 4.000 orang hingga selanjutnya mencapai 30.000 orang karena kabilah-kabilah Arab lainnya ikut bergabung. Ada pula yang mengatakan hanya 20.000 personil. Selain jumlah yang banyak, Kaum Hawazin dikenal sebagai pemanah yang ulung.
Persiapan Dan Kekuatan Kaum Muslimin
Sebelum berangkat, Rasulullah menunjuk ‘Attab bin Usaid bin Abil ‘Uaish bin Umayyah yang ketika itu berusia sekitar 20 tahun tinggal di kota Makkah sebagai kepala pemerintahan dan Mu’adz bin Jabal sebagai pengajar bagi penduduk Makkah.
Setelah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam mendengar rencana penyerangan Hawazin ini, beliau mengirim ‘Abdullah bin Abi Hadrad Al Aslami sebagai mata-mata mengintai sejauh mana kesiapan orang-orang kafir tersebut. Lalu berangkatlah ‘Abdullah dan tinggal di tengah-tengah mereka sehari semalam atau lebih.
Tak lama, ‘Abdullah kembali menemui Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dan menceritakan apa yang dilihatnya. Tetapi bisa jadi informasi yang disampaikannya tidak lengkap. Ada beberapa hal yang tidak tersampaikan oleh ‘Abdullah kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam termasuk taktik perang yang akan dilancarkan oleh Malik. Sehingga ketidaktahuan akan hal ini menjadi salah satu sebab mundurnya pasukan muslimin pada awal pertempuran.
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam mulai menyiapkan pasukan. Terkumpullah 10.000 orang yang sebelumnya ikut bersama beliau dari Madinah untuk membebaskan Makkah. Kemudian ditambah 2.000 orang dari penduduk Makkah yang baru masuk Islam. Jumlah ini terhitung sangat banyak sehingga ada yang mengatakan “Hari ini kita tidak akan dikalahkan karena jumlah yang sedikit”.
Perkataan tersebut justru membebani Rasulullah. Pada petang harinya, datanglah salah seorang penunggang kuda memberi tahu Rasulullah bahwa Hawazin telah berangkat dengan membawa unta dan hewan ternak mereka. Beliau tersenyum dan berkata, “Itu adalah harta rampasan (ghanimah) milik kaum muslimin besok hari, Insya Allah..”
Beliau juga meminjam beberapa puluh baju besi dan senjata kepada Shafwan bin Umayyah dan Naufal bin Al-Harits yang ketika itu masih musyrik.
Ketika Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam berangkat menuju Hunain, mereka melewati sebatang pohon yang dipuja oleh kaum musyrikin bernama Dzatu Anwath. Mereka menggantungkan di atasnya senjata-senjata mereka.
Maka mereka pun berkata: “Ya Rasulullah, buatkanlah untuk kami Dzatu Anwath sebagaimana mereka punya Dzatu Anwath.”
Mendengar perkataan ini, Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam berseru: ”Allahu Akbar, yang kalian katakan ini, demi jiwa Muhammad yang berada dalam genggaman-Nya, sebagaimana yang dikatakan bani Israil kepada Musa, ”jadikan untuk kami Ilah, sebagaimana mereka punya ilah”, sesungguhnya itu adalah tradisi, sungguh kalian akan mengikuti tradisi orang sebelum kalian”. (HR. Tirmidzi, Kitabul Fitan)
Berlangsungnya Pertempuran
Setelah mengetahui keberangkatan Rosulullah, Malik segera menempatkan pasukannya di lembah Hunain dan meyebarkan mereka di lorong persembunyian lembah guna melancarkan serangan mendadak dan serempak. Semua ini atas petunjuk Duraid.
Ketika Rasululah sampai di Hunain, lalu menuruni lembah dan waktu itu masih gelap, kaum musyrikin dari pasukan Hawazin dan Tsaqif mendadak melancarkan serangan dari berbagai lorong dan tempat persembunyian lembah sehingga kuda-kuda mereka berlarian dan orang-orang pun mundur tunggang langgang. Sehingga secara umum, pasukan kaum Muslimin menderita kekalahan,
Mengetahui hal itu, kaum musyrikin begitu bergembira. Abu Sufyan kemudian berkata, ”Kekalahan mereka tidak akan sampai ke Laut (Laut Merah).
Sementara itu, Rasulullah minggir ke arah kanan kemudian memanggil dengan suara keras, “Kemarilah, wahai Hamba-Hamba Allah! Sesungguhnya, aku seorang Nabi yang tidak berdusta. Aku adalah putra (cucu) Abdul Muthalib”.
Abu Sufyan Ibn Al-Harits segera memegangi tali kendali baghal Rasulullah dan Al Abbas memegangi pelananya berusaha menahannya agar tidak terburu-buru melesat ke arah musuh. Belaiu pun turun dari baghal itu, lalu berdoa dan memohon portolongan Allah.
Rasulullah kemudian memerintahkan Al-Abbas orang yang suaranya paling keras untuk menyeru para sahabat. Al Abbas berteriak dengan suara kerasnya, “Wahai Ash-habus Samroh! (para sahabat yang pernah melakukan Bai’at Ridhwan pada tahun Hudaibiyah”.
Abbas berkata, “Demi Allah, begitu mendengar teriakan itu, mereka segera kembali seperti sapi yang datang memenuhi panggilan anaknya, seraya berkata, ”Kami sambut seruanmu, kami sambut seruanmu!” Hingga akhirnya terkumpul sekitar seratus orang yang siap menerjang musuh dan berperang mempertaruhkan nyawa.
Seruan seperti itu kemudian juga ditujukan kepada kalangan Anshar dan Bani Al-Harits ibn Al-Khazraj. Maka bergabunglah berbagai pasukan satu demi satu. Sehingga di sekeliling Rasulullah terhimpun sekumpulan pasukan kaum muslimin dalam jumlah besar.
Allah menurunkan ketenangan kepada Rasulullah dan orang-orang beriman. Allah juga menurunkan bala tentara yang tidak terlihat secara kasat mata. Pasukan Muslimin pun kembali berlaga di medan perang dan peperangan pun berkobar kembali. Rasulullah berkata, “Authas telah berkecamuk”.
Beliau kemudian memungut segenggam pasir dan melemparkannya ke arah wajah pasukan musuh seraya berseru, “Terhinalah wajah kalian”. Sementara dalam Kitab Sirah Nabawiyah Karangan Dr. Al-Buthy seruan Rasulullah berbunyi, ”Musnahlah kalian demi Rabb Muhammad”.
Kemudian, kedua mata kaum musyrikin menjadi dipenuhi debu dan mereka pun mundur serta melarikan diri. Kaum muslimin lalu mengejar pasukan musuh dan membunuh serta menawan kaum musyrikin, termasuk wanita dan anak-anak mereka. Ada sebagian kaum muslimin yang membunuh anak-anak musuh, maka Rosulullah kemudian melarang membunuh anak-anak dan wanita.
Dalam perang ini, Duraid bin Ash-Shammah terbunuh sementara Khalid bin Al Walid menderita luka-luka yang cukup parah. Tatkala musuh mengalami kekalahan, beberapa orang kafir Makkah menyatakan diri masuk Islam.
Harta Rampasan Perang
Rasulullah memerintahkan untuk mengumpulkan harta rampasan perang dan tawanan dan dibawa ke Ju’ranah serta disimpan disana. Semuanya ada 6.000 orang tawanan, 24.000 ekor unta, lebih dari 40.000 ekor kambing dan 4.000 untai emas. Bahkan ada yang mengatakan ini merupakan rampasan perang yang terbesar bagi kaum muslimin.
Sikap Kaum Anshar
Menanggapi kebijakan Rasulullah yang membagikan ghanimah kepada mu’allaf untuk mengikatkan hati mereka pada Islam, membuat sebagian orang Anshar menggurutu. Setelah mendengar hal tersebut, Rasulullah lantas memerintahkan orang-orang Anshar untuk dikumpulkan di suatu tempat khusus untuk menyampaikan khutbah Khususnya yang intinya adalah menegaskan dan mengingatkan bahwa Kaum Anshar harus bersyukur mendapatkan kemuliaan berupa Allah dan Rasulullah dibandingkan memperebutkan kambing dan unta. Ucapan Rasulullah tersebut membuat kaum Anshar menangis hingga jenggot mereka basah karena air mata. Subhanallah..
Diantara Pelajaran dari Perang Hunain
Peristiwa terjadinya perang Hunain ini memberikan pelajaran penting seperti yang termaktub dalam Al-Qur’an Surat At-Taubah ayat 25-27.
Beberapa pelajaran penting yang dapat diambil dari Perang Hunain menurut Dr. Muhammad Sa’id Ramadhan Al-Buthy kurang lebih sebagai berikut:
- Menyusupkan mata-mata ke dalam Barisan Lawan merupakan strategi yang diperbolehkan
- Imam diperbolehkan meminjam senjata kaum Musyrikin untuk memerangi musuh kaum Muslimin
- Keberanian Rasulullah dalam peperangan
- Larangan membunuh wanita, anak-anak dan budak
- Jihad tidak berarti iri hati kepada kaum kafir
- Kebijaksanaan Islam tentang orang-orang mu’allaf
- Keutamaan kaum Anshar dan kecintaan Nabi pada mereka. Hal ini tergambar dari keikhlasan dan kerelaan Kaum Anshar dalam menanggapi kebijakan Rasulullah yang memberikan sebagian besar ghanimah kepada mu’allaf, walaupun sebagian sempat menggerutu. Tiada kaum yang seikhlas dan serela Anshar dalam menyayangi saudaranya yang sering tergambar dari ketulusan mereka membantu Kaum Muhajirin. Subhanallah..
Pelajaran lain dari ayat 25-27 surah At Taubah yaitu:
- Bahwa kemenangan dan kesuksesan hanya datang dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
- Allah Ta’ala menurunkan rasa ketenangan dan ketentraman kepada orang-orang beriman. Bagaimana kita mencari ketenangan tersebut? Dengan cara mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala.
- Allah Ta’ala mengampuni siapa saja yang dikehendaki-Nya.
0 komentar:
Posting Komentar